Kebahagiaan Mereka

30 views

Semilir angin sepoi-sepoi membuat rintikan air dari langit mulai membasahi korden jendela kamar Rhafisqy. Suara azan dari corong masjid pun mulai terdengar, sebentar kemudian terdengar pula suara puji-pujian yang diiringi musik alam berupa air hujan yang membentur atap rumah.

Rafisqy terbangun dan beranjak dari tempat tidurnya. Sepertinya ia mengalami mimpi buruk, terlihat dari tubuhnya yang bermandikan keringat. Wajahnya nampak begitu ketakutan.

Advertisements

“Rhafisqy, bangun sayang. Ini sudah jam 4.17, nanti kamu terlambat salat subuh!” ucap ibunya dengan suara tinggi.

“Iya, Bunda,” Rhafisqy menjawab malas-malasan.

“Astaga mimpi apalagi ini… huufftt…,” kata Rhafisqy pada dirinya sendiri setelah tersadar dari mimpi yang dialaminya. Ia meraih gelas yang berada di atas nakas tak jauh dari ranjang tidurnya. Lalu ia meminum air tersebut sambil mengusap keringat yang bercucuran di dahi.

Beberapa menit kemudian Rhafisqy beranjak pergi meninggalkan kamarnya menuju ke kamar mandi untuk melakukan ritual bersih-bersih diri. Setelah selesai mandi ia mengambil wudhu lalu melaksanakan salat subuh. Usai salat ia masih merasa dihantui oleh mimpinya. Seusai mengganti baju ia berjalan menuju ruang makan dengan perasaan tak karuan, masih terngiang-ngiang oleh mimpi tersebut.

“Rhafisqy, ada apa? Cerita kalau ada masalah,” ucapan ayahnya tersebut membuyarkan lamunannya.

“Tidak ayah, aku baik-baik saja,” jawab Rhafisqy sambil menunjukkan seulas senyum.

Hari ini adalah hari penerimaan rapor di sekolahnya. Sejak mengalami kecelakaan, kemampuan mengingat Rhafisqy mulai melemah. Pada saat jam pelajaran konsentrasinya sering pecah. Itu semua disebabkan oleh benturan yang menghantam kepalanya ketika terjadi kecelakaan. Mulai saat itu Rhafisqy merasa tidak percaya diri bahwa ia akan menjadi juara kelas. Dan mimpi yang ia alami tadi malam semakin membuatnya gelisah. Ia bermimpi nilainya jelek sekali untuk semester ini.

Setelah sarapan keluarga kecil tersebut selesai, Rhafisqy dan ayahnya berangkat menuju ke kantor. Karena jarak antara kantor dan sekolah tidak jauh, maka Rhafisqy berangkat bersama ayahnya. Sesampainya di sekolah ia sangat gelisah. Saat berjalan di koridor menuju kelasnya, ia hanya memberikan senyuman kecil untuk menjawab sapaan teman-temannya. Muka keruhnya masih terbawa sampai dia duduk di bangkunya.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan