Kutitipkan motorku di teras rumah seorang warga tiga rumah sebelah barat surau pinggiran kebun tebu. Sejurus kemudian aku telah dihadapkan pada jalan setapak yang kanan-kirinya dikelilingi rimbun tanaman tebu. Sesekali daun-daun tanaman penghasil gula yang menjuntai ke jalan itu menyentuh lenganku, membuat rasa gatal mendera kulit lengan tanganku.
Terik matahari yang sepenggalah naik membuat suasana perkebunan semakin gerah. Kubuka kerah bajuku dan langkah kakiku terus berayun menelusuri jalan tikus yang entah akan seberapa jauh kulalui nanti. Terlintas di benakku membayangkan murid-muridku menyusuri jalanan seperti ini. Masih pantaskah aku menyalahkan mereka datang telat ke sekolah?
Jauh hari sebelum aku datang ke tempat ini, ayah ibuku lebih dulu menanyai kesanggupanku mengabdi di tempat-tempat yang sulit. Tinggal di tempat terpencil dengan akses kebutuhan hidup yang serba terbatas pasti akan sulit bagiku yang semenjak kecil tinggal di kota dengan segala kemewahannya. Tapi keputusanku untuk mengambil kuliah pendidikan telah kupikirkan matang-matang, termasuk kesiapan mentalku akan mengabdi di tempat seperti ini. Bukan saja medan yang sulit, iklim belajar di sekolah yang sangat tidak kondusif ditambah pandemi berkepanjangan ini nyaris memupus semua naluri dedikasi mendidikku.
“Terus terang aku tak mampu jika harus mendatangi rumah anak-anak itu satu per satu, Pak Mon,” kata Pak Sardi tempo hari sembari menyemburkan asap Surya. Terlihat dia menikmati rokok yang barusan kusodorkan itu. “Tak cukup uang gaji untuk membeli bensin. Bisa mencak-mencak istriku merasa keluarga diabaikan demi idealisme yang sudah tak lagi ideal begini.”
Semakin kutelan ucapan rekan mengajarku ini semakin aku dilumuri putus asa. Idealisme menjadi pendidik yang penuh dedikasi menguar sudah ditelan asap kehidupan yang pengap lagi gerah.
“Benar, Pak Di. Otakku nyaris buntu untuk memecah permasalahan. Ide-ide mengajar yang kudapat dari bangku kuliah tak ada yang terpakai di tempat ini. Apalagi dari lima belas siswa yang mendaftar di kelas tujuh ini belum ada yang pernah kujumpai. Dan hanya tiga siswa yang aktif mengirim tugas,” sahutku.