Perjumpaan santri bersama dengan apa yang dewasa ini disebut “giat literasi” yang mulai banyak di kampanyekan sebab berbagai hal merupakan peristiwa kultural dalam dunia pesantren. Kita tidak bisa membahas pesantren dan santri lalu mengesampingkan kultur baca-membaca kitab misalnya, atau hafal-hafalan nadhom nahu-saraf, tulis-menulis arab imlak dan pegon. Semuanya dibahas dan saling berhubungan dalam satu kompartmen.
Hal tersebut merupakan peristiwa-peristiwa atau proses peletakan dasar membentuk kebiasaan santri dalam memacu minat terhadap literasi. Bahkan, dunia pesantren tidak hanya membentuk kultur literasi yang berhenti pada pemaknaan peristiwa baca-membaca dan tulis menulis. Akan tetapi, santri juga dituntun untuk membaca lingkungannya, dari yang sederhana misalnya membaca lingkungan dan atau teman satu kamarnya. Pada tahap ini literasi atau peristiwa baca-membaca telah sampai pada pemaknaan yang lebih luas.
Berangkat dari itu, dan juga yang penulis sering jumpai di berbagai literatur tentang santri dalam memproduksi pengetahuan terkait khazanah keislaman, ternyata banyak memenuhi media-media cetak. Itu artinya bahwa sedikit-banyak kultur yang dibentuk dalam dunia pesantren yang sebelumnya disebut tadi telah dapat menciptakan paling tidak iklim intelektual santri. Sampai di sini ternyata peran kiai pesantren juga tidak bisa kita abaikan.
Sebagai pimpinan pesantren, Gus Dur menyebutnya sesepuh, kiai adalah orang yang memberikan pemahaman ilmu serta yang membentuk karakter seorang santri. Karakter dalam hal ini tidak hanya karakter yang tendensinya ke arah watak, tapi karakter di sini juga termasuk karakter pemikiran seorang santri. Sehingga setiap santri memiliki karakter pemikiran yang sangat beragam.
Kiai Aktivis Literasi di Pedalaman Jawa
Sebagian kita mungkin masih asing dengan kiai yang satu ini. Beliau adalah KH Ahmad Rifai yang hidup sezaman dengan Syekh KH Nawawi Al-Bantani dan Syekh KH Kholil Bangkalan. Ketiganya pernah bertemu di Tanah Haram sana saat menimba ilmu. Nama KH Ahmad Rifai hampir lenyap dari panggung sejarah keislaman di Jawa. KH Ahmad Rifai lahir di Desa Tempuran, Kendal, pada 1 muharram 1200 H atau bertepatan dengan 4 November 1785 M.