Sebuah buku kumpulan cerpen dengan judul Dan Sepatu pun Menertawanku adalah sebuah metafor atas gambaran diri sendiri. Judul ini merupakan salah satu judul cerpen yang ada di dalamnya. Bisri Mostafa, penulis cerpen ini, ingin menyampaikan bahwa terkadang tampilan luar tidak selalu sejalan dengan kondisi dalam. Dalam bahasa melineal “don’t judge the book with the cover” (jangan nilai sebuah buku hanya dengan tampilan luarnya saja [cover buku]). Meskipun, dalam realitas percoveran, tampilan cover buku turut andil dalam peminatan pembaca.
Bermula dari acara wisuda anaknya, keakuan si aku serasa lebih hebat dari teman lamanya semasa mondok dulu. Memang, Bisri Mustafa tidak secara frontal menggambarkan keangkuhan si aku. Dengan kelihaian penulis, egosentris keakuannya terbersit hampir tak terlihat. Ada, tapi mirip tak terjangkau. Nampak, tapi nyaris tak terlihat. Tetapi, dari alur kisah dan rangkaian cerita keakuan si aku beserta keangkuhannya dapat kita rasakan. Dari situlah kemudian sepatu mulai menertawakan(ku), dan sejak itu pula (aku) mulai menertawakan diri sendiri.
Rasulullah bersabda, “Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur (sombong).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Di duniasantri.co, Bisri Mustafa sudah tidak asing lagi. Cerpennya bersileweran menghiasi keseharian palt-form ini. Plot, alur, dan klimaksnya begitu dahsyat. Kisah yang mengalir, deras, bagaikan arus sungai di musim penghujan. Mengalir hingga hilir, dan pembaca (setidaknya menurut saya) terkaget-kaget atas konflik dan klimaks yang dibangun. Bukan saja pada Dan Sepatu pun Menertawanku, tetapi pada cerpen-cerpen lainnya (yang ditulis Bisri Mustafa di buku ini) juga memberikan pengalaman baca dan deskripsi yang membangun ruang imaji.
Membincang buku Dan Sepatu pun Menertawakanku bukan semata Bisri Mustafa. Masih banyak lagi penulis yang santri, sekaligus santri yang penulis, atau pun penulis yang lagi nyantri (pro-kesantrian). Seperti, Atiqatul Fitriyah yang memaknai kehilangan lewat Ale terhadap ikan. Bahwa, anak sekecil Ale pun merasakan kesedihan dan keharuan ketika melihat ikan yang ia pelihara mati.