MENAFAKURI INSOMNIA
Selamat berakhir tahun, kekasih
Dunia semakin tebal menaburkan dempul
ke pipi waktu
aku lebih giat
memasang topeng baru
biar lebih tersamar
segala aib dan dosa
Selamat berjumpa di kota kita
di mana bulan membulat
seperti tekad
Kau dan aku
menjelma kata pertama dan seterusnya
Kita pagut segala cemas dengan gemas
Ke manapun kau berkelana
genggamlah jemari puisi
Peluk aku dengan prasangka baik
dan sekelumit doa
Sebab manusia hanya bisa
berupaya
Maka biar Tuhan
Sebagai jurinya
Jika rindu sudah mendidih
Tuang saja ia
ke dalam cangkir
aku akan hadir
sebagai kopi
yang tiap malam memandumu
menafakuri insomnia
Yang tiap hari mengajakmu
menyetubuhi sepi
Wonokromo, 2020.
MELOMPONG
Selarut ini, kata-kata masih melek
Menyalin tawamu ke halaman satu;
Buku berjudul nama kita
Kertasnya terbuat dari kangen
Penanya bertinta air mata
Di halaman ke sepuluh
huruf-huruf meninabobo bulan
Supaya ia segera tidur
Dan berhenti berceloteh
Tentang matahari
Yang sinarnya telah berpindah
ke dalam lubuk matamu
Tiga halaman setelah itu
bintang-bintang sedang
kerja bakti
menyapu guguran rindu
Di sepanjang gang sepi
selama musim kemarau ini
Dengan jengkel para puisi
menyeret tanda titik pulang
Kesedihan kelojotan
kembali ke selembar halaman kosong
di hatiku
Hati bolong
Akupun tidur
dengan perasaan melompong
Wonokromo, 2021.
YANG MAHA DEKAT
Waktu berlari lebih cepat
Membawa pergi selusin nikmat
Karena terburu-buru
Banyak cita-cita jatuh salah alamat
Sementara kaki waktu terus berjingkat
Menaiki nasib bertingkat
Kadang tersandung, kadang terikat
Menyumpal tenggorokan tercekat
Tapi janji itu tak pernah terlewat
Berangsur semakin pekat:
Bahwa Ia tak henti menyikat
borok yang jadi sekat
Antara kau dan Yang Maha Dekat
Wonokromo, 2021.
Wah kita satu kampung mba wkwk
Eh iya mbak, se kompleks pula. Mbak yang tadi malem abis gibah di kamar saya kan?