Ada kejadian tak biasa pada pekan Car Free Day (CFD) di Jakarta pada Minggu, 26 Juni 2022. Tampak seorang ibu-ibu sedang membawa putrinya yang duduk di kursi roda serta membawa selebaran bertuliskan “Tolong, anakku butuh ganja medis.” Lantas kejadian dan tulisan tersebut pun mengundang simpati dari peserta CFD, tak terkecuali masyarakat secara luas.Foto itupun menjadi viral, bahkan di beberapa media. Saya melihat foto itu divisualisasikan ulang dalam bentuk anime bernada simpatik.
Dilansir dari BBC News Indonesia, ibu tersebut bernama Santi Warastuti. Dia membutuhkan minyak Cannabidiol agar bisa menyembuhkan putrinya, Pika, dari penyakit cerebral palsy yang menjangkiti bagian otak. Lebih jauh, perempuan itu meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) segera menjawab putusan dalam upaya uji materi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal tersebut telah dilayangkan sebelumnya oleh Santi, beberapa orang tua pasien dengan penyakit yang sama, dan lembaga swadaya masyarakat.
Pengajuan itu telah dilakukan dua tahun sebelumnya, tepatnya pada November 2020. Tujuannya adalah agar legalitas narkotika golongan satu, seperti ganja disahkan dan bisa digunakan sebagai penelitian dan kepentingan kesehatan. Santi telah lama berjuang demi kesembuhan putrinya, seperti menggunakan terapi legal, kontrol setiap bulan ke rumah sakit, dan minum obat-obatan rekomendasi dokter. Namun, Santi mengatakan semua itu tidak menghentikan kejang-kejang yang dialami putrinya.
Kaidah Fikih terhadap Legalitas Ganja
Pemanfaatan ganja sebagai salah satu obat medis bukan hanya dialami pada Santi dan anaknya. Jauh sebelum itu, kasus lain juga pernah terjadi. Namun, mereka yang ketahuan menggunakan ganja sebagai obat dan kesembuhan atas dirinya atau orang-orang terdekatnya berakhir mendekam di penjara.
Tentu kita akan mengalami keambiguan dalam memberikan penilaian. Konstitusi mengatur pelarangan konsumsi ganja atas dasar kemaslahatan. Di satu sisi, orang-orang dengan penyakit tertentu membutuhkan ganja sebagai obat medis. Sebuah kenyataan yang kontradiktif.
Pada 2019, P Ridanto Busono, penderita penyakit neuropatik kronis ditangkap oleh polisi karena menggunakan ekstrak ganja sebagai obat pereda nyeri. Kondisi itu mulai menjangkiti tubuhnya sejak Ridanto mengalami kecelakaan pada 1995. Saat ini, Ridanto menjalani masa hukuman sembilan tahun di Rutan Kelas II-b, Jembrana, Bali.