Akhir tahun Masehi 2020 berakhir hari ini. Itu artinya, besok sudah memasuki tahun baru Masehi 2021. Sebagaimana biasa, sambutan tahun baru, baik Masehi atau Hijriyah, selalu menggelora dengan berbagai kegiatan adat dan budaya. Umumnya, letusan petasan dan pernak-pernik percikan kembang api sebagai pertanda datangnya awal tahun baru, dan berakhirnya tahun yang berlalu. Realitas ini menjadi diskursus di antara para pakar hukum Islam terkait dengan kegiatan di dalamnya.
Berbeda dengan tahun baru Hijriyah yang penuh dengan nuansa keislaman, tahun baru Masehi dipenuhi dengan ragam kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan Islam. Maka muncullah berbagai pendapat hukum dari pakar Islam, ulama, dan ustadz berkaitan dengan perayaan tahun baru. Hal ini disebabkan karena perayaan datangnya tahun baru menimbulkan penafsiran logika yang tidak sama.
Tahun Masehi adalah perhitungan tahun yang didasarkan atas kelahiran Yesus Kristus (Nabi Isa). Terlepas dari benar tidaknya perhitungan tahun kelahiran Nabi Isa ini, realitasnya almanak Masehi dipakai oleh seluruh negara. Di berbagai negara, tahun Masehi digunakan sebagai penghitungan pergantian hari, pekan, bulan, dan tahun. Oleh karena itu, pergantian tahunan almanak ini akan dirasakan oleh banyak orang di seluruh dunia. Dirayakan atau tidak, pergantian tahun akan dialami oleh semua orang.
Terompet Tahun Baru
Sementara itu, sebagaimana diungkapkan oleh KH Zulfa Musthofa, Syuriah Pengurus Besar NU, bahwa meniup terompet sebagai kebiasaan menyambut tahun baru tidak pernah terjadi pada Rasulullah. Namun demikian, terkait hukum syari meniup terompet, terdapat perbedaan di kalangan ulama. KH Zulfa menjelaskan bahwa hukum meniup terompet pada dua keadaan.
Pertama, makruh jika meniup terompet tidak mengganggu orang lain. Tetapi nilai tadzbir (pemborosan harta) di dalamnya tidak pantas dilakukan oleh orang yang berakal. Oleh karena itu, hukum makruh di sini lebih utama dan lebih pantas untuk tidak dilakukan. Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian, menyebarkan kabar yang belum jelas kebenarannya, membuang harta, dan banyak bertanya.” (HR Bukhari).