Pada zaman pra-Islam, mayoritas penduduk bangsa Arab tidaklah mengenal baca-tulis alias ummi. Mereka mengandalkan hafalan mereka yang kuat, sehingga merasa tidak perlu lagi untuk menulis dan membaca. Lebih parah lagi, seseorang yang bisa baca-tulis dianggap lemah daya ingatnya sehingga kemampuan baca-tulis dianggap sebagai aib.
Alkisah, penyair Arab yang bernama Zurrumah meminta kepada seseorang yang mendapatinya sedang menulis, untuk tidak memberitahukan kepada orang lain tentang kemampuan menulisnya. Ia berkata, sesungguhnya kemampuan baca-tulis di kalangan kami adalah aib.
Rasulullah Saw juga menggambarkan keadaan masyarakat Arab pada waktu itu. Beliau mengucapkan, “Kami adalah umat yang ummi, yang tidak pandai menulis dan tidak pandai berhitung.” (HR Bukhori).
Hingga turunlah ayat Al-Qur’an yang pertama kali kepada baginda Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (١) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (٢) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (٣) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (٥)
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia, Yang mengajar dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-Alaq : 1-5).
Ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun berisikan perintah untuk membaca. Ini mengindikasikan akan pentingnya peran literasi atau membaca pada kehidupan manusia. Dengan membaca, manusia bisa mengakses berbagai informasi dan pengetahuan yang akan menambah wawasan dan pengetahuannya akan hal-hal baru ataupun peninggalan-peniggalan lama yang ditulis generasi sebelumnya.
Dalam perintah membaca ini, tidak disebutkan maf’ul-nya (obyeknya) sehingga menunjukkan akan keumumanya. Jadi, tidak ada batasan atas apa yang dibaca, karena memang kita dianjurkan untuk membaca apa saja yang bisa memberikan bermanfaat bagi kita. Namun, ayat بِاسْمِ رَبِّكَ memberi panduan pada kita bahwa harus selektif dalam mengakses informasi, yaitu yang positif dan bisa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.
Tidak hanya membaca, Al-Qur’an juga mengingatkan akan pentingnya menulis, yaitu yang diisyarahkan dengan ayat yang artinya, “Yang mengajar dengan pena.” Karena memang baca dan tulis adalah suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Dengan tulisan, suatu ilmu ataupun gagasan bisa disampaikan secara detail dari pada lewat ungkapan kata. Dan tentunya jangkauan tulisan lebih luas karena bisa diakses oleh orang yang bahkan tidak hidup sejaman dengan si penulis.