Dengan tangan kiri mengapit sebatang kretek
Lelaki berkepala sunyi itu menuliskan memoir:
Kepadamu
manis-getir yang tak jemu kurindukan
Berbicaralah dengan bahasa fetus
sebelum ia dilontarkan dari gua garba
Merangkaklah menuju titik fitrah
serupa mata angin yang ngembara
Tangis-tawa hanyalah jeda
nyanyian, dekap erat
jalan tualang
Kepadamu
lega-lila ringkih di kolong meja
Sebab rembulan telah kehilangan cerlang
ketika lolong srigala disapu gerhana
Langit-langit tinggal gemuruh
ketika tak tersisa lagi rintik-ritmis
mendung, pekat bagai kerudung-kabung titi masa
menghantui bayang-bayang dengan gulita
Angin mendesir
Sunyi jadi begitu lengking
Lelaki berkepala sepi
Bercakap sunyi pada pepohonan
Kembali ia menuliskan memoir:
Kepadamu
Napas jiwa, denting nada yang didamba
Menarilah di diam keheningan
Menarilah lepas bagai Sema
berputar, ikuti ritme semesta
membebaskan diri dalam dekapan cinta
menyatu pada kehendak
Sabda
Kepadamu
Terang lentera, cahaya di atas cahaya
lorong rahasia di balik suka-duka
Aku menghadap sendika
melangitkan rintihan nada cinta
semedi sembah sukma
Sembah Hyang
Agustus, 2020