MENAMBANG AIRMATA

248 kali dibaca

SAMPAI KAPAN BUMI DIHABISI

setelah gunung, sungai, laut
dikeruk-keruk

Advertisements

setelah wajah, perut, dada
dirusak-rusak

setelah mata dicungkil
setelah napas dibungkus
setelah jantung dimatikan

apalagi yang tersisa
selain airmata yang setia
mencintai tanah airnya?

sampai kapan bumi dihabisi
oleh tangan kekuasaan yang dingin
oleh raksasa buta yang rakus
yang suka menelan manusia hidup-hidup?

2024.

MENAMBANG AIRMATA

inilah zaman edan,
kata pujangga digital
yang menyaksikan negara
kongkalingkong dengan kapital

sekelompok orang tega menambang airmata
atas nama kemaslahatan, tapi
sebenarnya mereka tengah mencongkel
mata orang-orang tak berdosa

emas-emas yang dikeruk
dari batin semesta
telah ditukar dengan
kebanggaan semu semata

keuntungan hanya masuk
ke kantong mereka yang buta
sedangkan masyarakat
menyaksikannya hampir sekarat

sekelompok orang dan negara
rela berdagang airmata
dan mengirimnya ke dunia
untuk dipamerkan sebagai pencapaian

2024.

MELOBANGI DADA BUMI

mereka melobangi dada bumi
untuk mengubur kita semua
dalam kengeriaan yang abadi

katakanlah pada mereka, bahwa
tak ada kebaikan dari bekas luka
sehabis ditusuknya jantung kita

diambilnya cinta paling tulus
dari bumi yang menemani kita tumbuh
jadi tanah-tanah yang sejahtera

mereka melobangi dada bumi
bukan untuk menyuapi kita nasi
tetapi untuk membuat kita sengsara

dilemparnya emas-emas ke seberang
dan dikantonginya sendiri sisanya
sedang kita makan udara dingin

sampai ajal sebentar lagi tiba

2024.

DOSA APAKAH KAMI

dosa apakah kami
sehingga tak kau sisakan harapan
untuk kami hidup lega
dan tetap mencintaimu dengan bersahaja

dosa apakah kami
sehingga terus diperas
demi kepentingan-kepentingan
kalian sendiri, sehabis itu dilupakan

dosa apakah kami, Tuhan
sehingga agama dan politik
begitu buta dan tega menggores luka

di dada hamba-hambamu
yang senantiasa tulus
sederhana, berdoa kebaikan tuk semua

2024.

SALAHKAH KAMI BERSUARA

salahkah kami bersuara
jika harga-harga mahal
jika kami telantar
jika untuk bekerja saja begitu sukar

padahal, kami pun tidak rela
jadi pengangguran
apalagi gelandangan

padahal, kami suka
bekerja dan berdoa
suka mencintai negara
tanpa pamprih

tapi, mengapa justru
negara seakan
begitu bencinya
pada kita

dan menganggap kita
sebagai beban
dan membuat cinta kita
bertepuk sebelah tangan

salahkah kami bersuara, negara?
dan negara diam saja.

2024.

ilustrasi: keluarga iriana, itji tarmizi.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan