Mendalami Beleid Baru tentang Pesantren

28 views

Sebelum digantikan Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama Fahrul Rozi telah meneken tiga Peraturan Menteri Agama (PMA) berkaitan dengan pengaturan pondok pesantren. Bagaimana pengaturan pesantren setelah adanya beleid baru ini?

Tiga PMA yang baru diterbitkan Kementerian Agama masing-masing adalah PMA Nomor 30 Tahun 2020 tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren, PMA Nomor 30 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren, dan PMA Nomor 30 Tahun 2020 tentang Ma’had Aly. Ketiganya merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren yang telah disahkan pada 15 Oktober 2019. Dengan ketiga PMA ini, maka UU Pesantren telah memiliki perangkat teknis untuk dilaksanakan.

Advertisements

Jika mendalami seluruh peraturan yang berkaitan dengan pondok pesantren ini, mulai UU hingga PMA, maka akan banyak ditemukan hal-hal yang bersifat afirmatif , norma baru, juga hal-hal yang problematis.

Tapi, apa pun, secara formal negara telah mengakui keberadaan pondok pesantren, yang selama ini cenderung dikelompokkan ke dalam (lembaga) pendidikan nonformal, dengan segala konsekuensinya.

Sekarang kita mulai dari hal-hal afirmatif pada ketiga PMA tersebut. Pertama tentang pengertian pondok pesantren. Baik dalam UU maupun ketiga PMA, pesantren diartikan sebagai lembaga yang berbasis masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Namanya bisa pondok pesantren, dayah, surau, meunasah, atau sebutan lain. Sepanjang memenuhi seluruh unsurnya, maka akan dikategorikan ke dalam pesantren.

Namun, masih ada embel-embel dimasukkan sebagai defenisi pesantren, yaitu lembaga yang menyemaikan akhlak mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil’alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lalu, siapa yang boleh mendirikan pesantren? Berdasarkan ketentuan baru ini, pesantren bisa didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/atau masyarakat yang beragama Islam.

Apa yang kemudian disebut pesantren harus memenuhi sedikitnya lima unsur, yaitu (a) Kiai (b) Santri yang bermukim di Pesantren (c) pondok atau asrama, (d) masjid atau musala, dan (e) kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan