Mendeteksi Tafsir Hoaks

57 views

Sebagai kitab petunjuk bagi seluruh umat manusia, Al-Quran menjadi kitab yang fleksibel. Setiap kata mengandung banyak makna, sehingga Al-Quran terus selaras dengan zaman. Namun, dalam menafsirkan Al-Quran, sering kali mufasir terjebak pada pra-pemahaman dan latar belakang ideologi yang dibangun. Mufasir tidak dapat melahirkan karya yang benar-benar mengarah dari apa yang dimaksud dari makna ayat tersebut. Ketika makna dari ayat tidak tepat sasaran, maka dampaknya adalah menjauh dari makna dan yang dituju dari ayat tersebut.

Situasi semakin rumit ketika ini banyak ditemukan di beberapa tafsir yang tidak dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Banyak sekali motif yang melatarbelakanginya. Dalam menyuarakan kritik tafsir, Abd al-Wahhab Fayed (1936-1999) tidak hanya menyampaikan dalam bentuk tulisan saja, akan tetapi juga dalam forum kajian. Ia sangat geram dengan munculnya penafsiran sekterian yang sangat subjektif dan hanya berdasarkan kemauan ideologi mufasir, tanpa mengindahkan variabel penafsiran yang ada.

Advertisements

Kritik tafsir  Fayed itu salah satu dijadikan titik tolak buku ini (hlm 17). Boleh dibilang, buku berjudul Metode Kritik Ad-Dakhil Fi At-Tafsir ini adalah buku pertama kritik tafsir berbahasa Indonesia yang ditulis oleh salah satu dosen terkemuka di Indonesia, Dr Muhammad Ulinnuha. Rekam jejaknya pun juga sangat menjanjikan di bidang kajian tafsir. Sehingga para pembaca tidak perlu khawatir terhadap karyanya.

Kritik tafisr adalah salah satu cabang ilmu yang membahas penyelewengan tafsir. Term ad-dakhil baru ditemukan di Al-Azhar pada 1999-an. Sebelumnya, istilah ini menggunakan berbagai macam istilah dari manhaj naqd at-tafsir, isroiliyat wa al-maudhu’at, hingga muncullah term ad-dakhil yang diusung oleh Abdullah Fayed. Singkatnya, buku ini merupakan gagasan Abdulah Fayed. Dalam buku ini, penulis mencoba menulis dan mengetengahkan gagasan yang diusung oleh Fayed dan memberi catatan penting sebagai bahan pengayaan dan pendalaman.

Sebenarnya, potensi terjadinya ad-dakhil telah muncul sebelum datangnya Islam. Sebab, di Jazirah Arab sebagai tempat turnnya Al-Quran ada sekelompok ahli kitab yang sebagian besar adalah kaum Yahudi (hlm 54). Mereka berhijrah dan masuk Jazirah Arab karena diyakini bahwa nabi akhir zaman akan lahir di sana. Ini menjadi bagian pembuka penulis sebagai pengenalan adanya cikal bakal terjadinya penyimpangan dalam tafsir.

Tafsir yang kita anggap suci selama ini tidak sepenuhnya putih. Ada banyak tafsir yang menyeleweng dengan berbagai kepentingan, dan ini nyata adanya. Dalam buku ini, penulis membahas perkembangan, motif, dan bentuk dari kritik tafsir itu sendiri dalam sejarah tafsir Quran. Sebagai pembuka adalah terjadinya intraksi antara Nabi dan kaum Yahudi (ahli kitab) atau kaum Yahudi memeluk agama Islam, yang menjadi asal muasal israiliyat masuk ke ranah literasi Islam.

Di sisi lain, faktor politik dan kekuasaan sangat memberi pengaruh terhadap ayat ayat tertentu. Perpindahan kekuasaan setelah Khalifah Utsman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib sangat nampak jelas. Pada periode itu terjadi banyak pemalsuan hadis dan sebagainya. Kondisi ini menjadi ruang bagi golongan yang tidak puas terhadap kepemimpinan khalifah dengan menyebar hadis palsu.

Dalam menafsiri Al-Quran, sumber otentik adalah Al-Quran itu sendiri. Setiap kata atau ayat di dalamnya saling terhubung, saling melengapi. Kita tidak bisa mengambil satu ayat dan menafikan ayat lain demi kepentingan pribadi. Posisi kedua adalah hadis. Nabi sebagai sumber dari keduanya adalah orang yang paling paham terhadap ayat Al-Quran. Para sahabat juga sangat berperan dalam perkembangan tafsir. Ada beberapa sahabat yang memang sangat paham betul terhadap ayat tertentu.

Banyak dari kalangan sahabat berbahagia terhadap surat tentang kemenangan Islam. Namun, salah satu sahabat sedih karena ketika Islam sudah sampai pada puncak kemenangannya, maka bisa dipastikan tugas Nabi selesai dan sebentar lagi mereka akan berpisah dengan orang yang sangat mereka cintai. Ini menjadi bukti kuat jika para sahabat semisal bintang, seperti sabda Nabi.

Perihal lain, yakni perbedaan mazhab, fanatisme mazhab. Perbedaan adalah suatu kepastian, manusia tidak bisa menghindarinya. Namun, munculnya beragam sekte dan mazhab menjadi bumerang bagi umat Islam. Mereka tidak segan-segan menjadikan Al-Quran sebagai justifikasi terhadap ajaran mereka (hlm 72).

Tafsir sekterian yang subjektif ini yang mendorong suburnya tafsir ad-dakhil tumbuh dalam perkembangan dunia Islam. Padahal, mufasir dituntut melihat ayat secara jujur dan objektif tanpa terbelenggu dengan sekterianisme sehingga hasilnya benar-benar murni.

Dalam buku ini, penulis menempatkan prosedur penerapan kritik tafsir di bagian akhir. Boleh mengkritik asal membangun dan benar. Kita tidak boleh mengkritik dengan membabi buta, tanpa aturan. Ada kode etik yang harus dilalui. Bagaimana kita menghadapi tafsir yang diselingi kisah israiliyat atau hoaks, tafsir fanatik mazhab atau tokoh, maka semuanya ada dalam buku.

Buku ini layak sekali dibaca oleh para sarjana Al-Quran agar lebih seksama lagi dalam memahami tafsir Al-Quran. Tak selamanya tafsir itu benar, namun teks suci yang ditafsiri abadi dan selalu benar. Tafsir adalah out put dari olah pikir manusia yang berusaha memahaminya lebih dalam. Namun, ada beberapa tokoh yang menyelinap dan menginfiltrasi tafsir Al-Quran demi berbagai kepentingan.

Daya Buku

Buku              : Metode Kritik Ad-Dakhil Fi At-Tafsir
Penulis          : Dr. Muhammad Ulinnuha
Penerbit         : Qaf
Terbitan          : Februari, 2019
ISBN              : 978-602-5547-39-3

Multi-Page

One Reply to “Mendeteksi Tafsir Hoaks”

Tinggalkan Balasan