Masalah besar yang dihadapi Bumi salah satunya datang dari pola dan cara hidup manusia di meja makan.
Dari masa ke masa, perlahan manusia mengembangkan hidup dan kehidupannya untuk sanggup menyederhanakan atau memudahkan pekerjaan hidupnya (atau hidup dengan praktis dan efisien). Tetapi semua hal yang menyentuh kepraktisan dan instan jarang sekali mempertimbangkan efek jangka panjang bagaimana hal tersebut mempengaruhi banyak hal. Termasuk juga kebiasaan kita sehari-hari.

Manusia sebagai makhluk yang dikaruniai akal seharusnya bertanggung jawab penuh atas realitas yang terjadi hari-hari ini dengan cara mengubah cara pandang dan pola hidup. Namun pada kenyataannya semakin berkurang usia Bumi, manusia-lah ternyata yang menjadi faktor pendorong paling besar yang menyumbang kerusakan di Bumi. Semakin hari, semakin brutal.
Lewat buku yang berjudul Merusak Bumi dari Meja Makan, Kiai M Faizi membeberkan kehidupan orang dulu yang lekat dengan pertimbangan-pertimbangan akan kemaslahatan dan menekankan empati kita terhadap sesuatu. Pun, juga berniat membagi pengalaman serta mengupas hal-hal sederhana bagaimana pola hidup meminimalkan produksi sampah. Terkhusus dari kegiatan sehari-hari kita, yaitu makan.
Makan adalah kebutuhan primer manusia. Kegiatan inilah yang menjadikan manusia menghasilkan sumber energi dan tenaga untuk beraktivitas sehari-hari. Namun dari sini letak ironis kita sebagai manusia: produksi sampah organik.
Manusia telah mengabaikan tanggung jawab terhadap makanan. Tidak peduli betapa payahnya orang-orang yang terlibat dalam produksi dan distribusi pangan. Miris sekali.
Perilaku mubazir makanan ini termasuk mencela terhadap rezeki dan indikasi kerakusan. Bagaimana tidak? Kita ambil makan sendiri, makan setiap hari sebagai kebutuhan. Tetapi ketika di hadapan kita disajikan sebuah makanan lezat kita akan terperangah, otomatis untuk ambil banyak karena menganggapnya ini adalah kesempatan. Sekali-kali. Tapi sejurus kemudian, karena dengan mengambil banyak menuruti nafsu kemauan lidah tanpa mengindahkan kapasitas perut, akhirnya tak habis dan berakhir menjadi sampah.
Tidak hanya produksi sampah organik. Dari meja makan pula banyak hal yang tak lepas dari ketergantungan terhadap plastik. Misalnya, beli makanan dari luar yang mau disajikan itu saja menghasilkan sampah plastik sampai pembuangan perlu (plastik) kresek.