Cirebon dikenal sebagai salah satu daerah dengan jumlah pesantren terbanyak. Tapi, jangan membayangkan di sana banyak bangunan pesantren laiknya pondok-pondok pesantren di daerah lain, seperti di Jawa Tengah atau Jawa Timur atau Madura. Terutama di Buntet dan Babakan, yang menjadi tempat mukim santri dan kemudian disebut pesantren adalah rumah, rumah-rumah warga yang mengelola pesantren.
Itulah pemandangan yang kami jumpai ketika pada Sabtu, 13 Desember 2025, lalu kami mengunjungi Cirebon, Jawa Barat. Kami berempat, sastrawan Jamal D. Rahman dan Mahwi Air Tawar, Chandra Wiranegara, dan saya, Sabtu pagi sudah tiba di Gedongan, Cirebon, untuk berziarah ke makam KH Muhammad Said, kakek dari KH Said Aqil Siradj.

Usai ziarah, kami berniat mengelilingi Cirebon, daerah yang dikenal memiliki banyak pesantren. Kami ingin melihat dan merasakan denyut nadi Cirebon sebagai pusat pesantren. Seperti diketahui, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah pesantren terbanyak. Jumlah pesantrennya hampir mencapai 13.000. Jumlah ini setara dengan 30,6 persen dari total jumlah pesantren secara nasional, 42.000 pesantren. Bandingkan dengan Jawa Timur dan Banten, yang berada di urutan kedua dan ketiga, masing-masing dengan 7.347 dan 6.776 pesantren.
Adapun, di provinsi Jawa Barat, Kabupaten Cirebon menduduki peringkat keempat dengan jumlah pesantren 726 — di luar Kota Cirebon dengan 54 pesantren. Di peringkat pertama ada Kabupaten Tasikmalaya (1.344 pesantren), disusul Kabupaten Bogor (1.093 pesantren) dan Kabupaten Garut (1.055 pesantren). Namun, fenomena menarik, yang kami sebut “rumah-rumah pesantren”, tampaknya hanya ada di Cirebon, khususnya di Desa Buntet dan Desa Babakan.

