NARASI TANAH KELAHIRAN
Di tanah yang merah ini
Aroma cinta nenek moyangku
menyeruap ke kota-kota
bahkan ke pulau-pulau
Melecutku agar tak gentar oleh hujan dan badai
Dahulu, para leluhur begitu pandai
mensiasati kemarau dengan kilau arit
yang mereka asah pada ketabahan senja
Manis siwalan meraka racik dengan mimpi
Pohon tarebung setegak kematian meraka daki dengan doa
Agar sehelai cinta yang netes di pundak subuh
Dapat mereka teguk saat paceklik tiba
Di tanah yang merah ini
Sesekali kulihat benih cinta para leluluhur
tumbuh sebagai debar angin berkepanjangan
yang diiringi sayup-sayup Kidung ara
yang mengalun di sepanjang arus ingatan.
Di tanaha ini, kelak aku akan pulang
dengan gairah rindu yang sama–untuk
mengikat benang usia pada tangkai kesuburan tanah kelahiran.
Gajahwong 2022.
KOTAKU
Adakah yang bisa mengerti kotaku?
Ia terbuat dari lelehan mimpi yang usang tertikam sunyi
Bartahun-tahun lamanya, berkisah-kisah pedih dan lukanya.
Di kotaku, Hujan adalah kata-kata
Jatuh dan mengalir jadi darah, lalu menggenang jadi air mata.
Kusaksikan di bawah langit yang gelap
Bermacam-macam ketakutan melayang seperti debu
Sementara ketentraman serupa matahari
Yang masih akan terbangun di pagi yang gelisah.
Di mana suara-suara yang katanya penuh cinta
Mengapa ia tak terdengar lagi?
Ataukah ia masih terlelap di pangkuan sajak-sajak
yang berkisah tentang harum kentut bidadari
yang menyeruap di jantung rembulan.
Kotaku kini semakin tak bisa dimengerti
Jalanan menjadi buntu, tanpa arah bahkan tanpa tuhan.
Tak ada lagi keramaian di bawah lampu-lampu yang gemerlap indah
Tak ada lagi kebahagiaan yang tumbuh di bahwah atap kedamaian
Nasib Kotaku serupa rumah kosong
Sunyi dan debu menyatu jadi kisah pilu.
Gajahwong 2022.
SEUSAI KEPULANGANMU
Telah kuikat segala yang terlampir di matamu
Pada siang pada malam bahkan pada ruang yang memendari dukanamu
Getar ketabahan tumbuh di pundakku
Didekap mimpi ditekuk rindu
Dari kata hingga entah isyaratmu senyaris debu
Bertebaran di lubuk hati
Menjelma sesak tanpa henti
Dan kepulanganmu adalah sebengis keheningan
Yang mengisahkan arus sungai dan tangis bebatuan
Jejakmu memang tak mampu kubaca
Tetapi oleh rindu aku jadi mengerti
Bahwa di teduh lisanmu telah kau gariskan
Segala yang menjabar tangkai nurani
Dan puisi tumbuh sebegai tulang ingatan
Yang memanjang mencari harum tulang belulangmu
Gajahwong 2022.
ilustrasi: lukisan putu bonuz.