NUJUM UNTUK OPHELIA
Selalu ada tangis yang ia keluarkan di Vriedenburg
Ia seperti dipanggil Tuhannya untuk kembali
Ke kubur barangkali
Atau ke alam baka
Apakah Ophelia sudah melihat kematian? tanya Medusa
Tak ada ucap, atau isyarat atau bunyi
kesunyian hanya milik Ophelia
Yang tak dapat dibahasakan dari apa pun
Mungkin kau perlu sendiri
Ruangan itu, sudah kusiapkan untukmu
Satu dua jam lagi kau musti menjawab pertanyaan-pertanyaanku
Apakah Ophelia masih belum melihat kematian? ulangnya
Ophelia menangis
Air matanya kembali tumpah membawakan lagu-lagu kematian
“Sebetulnya aku masih ingin hidup lebih lama lagi,” jawabnya
Madura, 2021.
DI AMSTERDAM, SUATU KETIKA
Barangkali di Amsterdam, kita lahir
Di zaman yang hanya mengenal apa itu malam
Atau pagi atau siang atau sore
“Ini serupa tualang kita dari waktu ke waktu,” katamu
Rindu seperti buritan senja
Yang hanya dapat dibahasakan dengan mata
Di Baarle-Naasau barangkali, ketika kau hendak memulai sebuah percakapan
Bahwa kita sama-sama diciptakan dari tulang rusuk yang sama
Dan cinta yang sama, dan hati yang sama
“Ini serupa tualang kita dari waktu ke waktu,” ulangmu
Lalu tak lama kemudian kau pergi
Dengan gaun percakapan yang belum tuntas kau ceritakan
Dan tak dapat aku bahasakan dalam sebuah pelukan
Madura, 2021.
MOBITI
Kim Sung Kyun dengan rasa percaya dirinya
Bentengkan senapan tima dalam kekuatannya
dari pertempuran yang baru saja dimulai
“Aku bisa! Aku bisa!”
Mulutnya, sebuah takdir yang diciptakan untuk berlindung dari godaan nyeri
Cuaca seperti menyimpan bahasa aduh
Pedih yang berkecamuk
Pada pertempuran yang baru saja lahir seperti perang dunia dua
Apakah Lee Hyun Woo bisa bertahan hingga satu periode lagi?
Di tubuhnya mengalir sebuah air
Keringat yang dicipta dari kekuatannya sendiri
Dari kesakitan-kesakitan yang dialaminya
Tapi Lee Hyun Woo masih bisa bertahan
Meski serumpun warna merah
Menghiasi bagian betisnya
Madura, 2021.
TUALANG PENYAIR
Setiba di Friedrichstrasse
Ia pergi mencari sisa-sisa percakapan
Yang timbul dari gurun petualangan
Ia percaya bahwa sesuatu yang diciptakan akan mati
Pecah berkeping-keping
Di lain waktu, ia beranjak lagi
Dibawanya sebuah kisah tentang percakapan-percakapan
Kubur penyesalan yang kemarin habis ditelaah tangis
Atau kesedihan yang piawai dimakan epitaf kisah
Dan seterusnya, dan seterusnya
Sampai akhirnya ia sampai ke legam masa lalu
Dengan napas yang ringkih
Dengan nada yang letih
Madura, 2021.
HIMNE GERHANA
Pada zaman yang keberapa himne ini muncul sebagai perdebatan
Pada kisah yang menandai percakapan ini pecah di ujung bibir
Atau di altar cerita ini, ada yang menjelma jadi autodidak
Tafsir menafsir bahwa jika gerhana bulan tiba
Benda-benda harus dibangunkan
Sebagian orang mengatakan lagi
Bahwa kabar datang dari nenek moyang kita
Bahwa setiap gerhana, tumbuh-tumbuhan perlu disentuhi gula
Agar buahnya lengket dengan kemanis-manisan
Agar tubuhnya menyimpan buah kerinduan
Yang masih lelap barangkali
Ia musti dibangunkan meritualkan himne ini
Sebagai upacara arwah leluhur
Madura, 2021.