PERANG DALAM SAJADAH
Aku santri
Tapi musuhku bukan hanya setan—juga diriku sendiri
Maksiat datang dengan bahasa cinta
Dan aku? Terlalu sering jatuh di dalamnya

Pukulku tak cukup kuat
Aku hafal ayat, tapi tak sanggup mengamuk
Tiap malam kubakar niat
Tiap pagi kujilat abu hangusnya
Ini perang yang tak pakai genderang
Dan aku berdarah, tapi tak ada yang lihat
Katanya sabar, katanya kuat
Tapi siapa peduli kalau aku terus kalah?
Purwokerto, 2025.
BINGUNG SAJA TERUS
Kenapa bingung?
Tak tahu, hanya ingin saja begitu
Hari ini pilih kanan
Besok gatal ingin kiri
Langit tidak berubah
Tapi pikirku seperti daun gugur
Tak perlu jawab, tapi ingin tanya
Tak ingin tanya, tapi takut salah
Orang bilang tenang
Aku pura-pura bisa
Padahal di kepala—keributan kecil
Yang tak tahu sedang ribut tentang apa
Purwokerto, 2025.
PUJI DIRI YANG LAPAR
Aku tak ingin dipuji
Tapi kalau tidak—kenapa kecewa?
Like tak masuk, aku sedih
Tatapan tak kagum, aku rendah diri
Haus yang aneh
Minum validasi seperti air asin
Semakin teguk, semakin kering
Semakin haus, semakin hilang diri
Bahkan ibadah pun kadang ingin disorot
Bukan oleh Tuhan, tapi manusia
Beginikah aku?
Sedekah pun pakai niat dua sisi?
Purwokerto, 2025.
YANH BENAR TAK HARUS MENANG
Aku tahu aku di jalan lurus
Tapi kenapa jalan bengkok yang lebih ramai?
Aku bicara benar
Tapi yang bohong lebih dipeluk
Kadang aku lelah membela cahaya