Dalam pandangan Soekmono (1974), mengutip dari buku Atlas Wali Songo karya Kiai Agus Sunyoto, ditegaskan bahwa proses islamisasi di Nusantara, khususnya di Jawa, melalui kebudayaan adalah bukti dari gerak asimilasi sosiokulutural-religius.
Berangkat dari premis yang mafhum kita dengar al-Muhafazhah ‘ala qaadimish shalih wal akhdu bil jadid al-ashlah, maka kontekstualisasi nilai lebih diutamakan dalam proses islamisasi yang dijalankan Wali Songo tersebut.
Strategi ini dilakukan beberapa sebab. Diketahui, masyarakat Jawa (baca: Nusantara) telah memiliki “agama murni” yang bernama Kapitayan yang sudah dianut selama berabad-abad. CC Berg menyebutnya sebagai kebudayaan purba. Yang dimaksud adalah, misalnya, masyarakat yang lebih mengenal lambang pelindung desanya daripada memuja dewa-dewa. Kita bisa melihat dari istilah punden (tungkub), tunda, tugu, tunggul, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, ketika ada pohon besar seperti pohon beringin yang diwingitkan (dikeramatkan) dalam konteks asimilasi kebudayaan bukan berarti kabur dari dewa-dewa, melainkan menghormati alam raya yang disimbolkan dengan pohon besar. Tidak jarang, ada sumber air yang kemudian memberi manfaat untuk mencukupi kebutuhan masyarakat dan dikeramatkan.
Hal inilah yang harus digarisbawahi terlebih dahulu. Pertama, konteks penghormatan adalah hal utama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Nusantara. Kedua, kebudayaan menjadi objek asimilasi dalam gerak islamisai yang kelak ditempuh oleh Wali Songo.
Melalui strategi seperti inilah misi Wali Songo akhirnya bisa masuk dan berbaur dengan masyarakat, kemudian menyampaikan ajaran Islam. Karena dengan alasan kemanusiaan dan penghormatan itulah, Islam sebagai nilai menjadi titik awal pergerakan menjadi Islam sebagai akidah.
Dari Sunan Kalijaga yang menjadi dalang dan pemain teater, sampai Sunan Gunung Jati yang membuat gamelan dan perkakas tani, adalah bukti di mana Islam (sebagai nilai) hadir di setiap sendi kehidupan masyarakat. Ketika aspek itu disentuh, maka memudahkan Wali Songo untuk masuk ke dalam dan membaurkan diri dengan masyarakat.