Maraknya radikalisme dan terorisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu dengan mengusung panji-panji Islam sedikit banyak membuat posisi umat Islam terpojok. Karena kemudian muncul stigma bahwa ajaran Islam, juga kaum muslim, memang mengakomodasi radikalisme dan terorisme.
Sebagai pusat lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren pun kemudian kena getahnya. Sampai ada kampanye ke pesantren-pesantren akan bahayanya radikalisme dan terorisme. Padahal itu salah kaprah. Juga salah alamat.
Kenapa? Jika mendalami tradisi pesantren yang sudah berlangsung berabad-abad, rasanya tidak memungkin dari lembaga pendidikan tertua di Indonesia seperti ini lahir apa yang kini dikenal sebagai radikalisme dan terorisme. Setidaknya ada dua hal yang mendukung pernyataan ini, yaitu tradisi keilmuan dan pendidikan karakter (character building) di pesantren.
Tradisi Keilmuan
Selama ini ada stereotip, pendidikan di pesantren itu tradisional, jumud, statis. Karena itu, orang-orang pesantren, yang disinisi dengan julukan “kaum sarungan”, dipandang berpikiran kuno dan ndeso, tertutup, kaku, dan tidak modern. Stereotip itu kemudian diperhadapkan dengan kelompok-kelompok muslim lain yang hidup di perkotaan dan bersekolah di sekolah-sekolah modern.
Simplifikasi dari stereotip itu: orang-orang pesantren adalah Islam tradisionalis, ciri menonjolnya adalah sarung, sendal, peci; di luarnya adalah Islam modernis, diklaim sudah berpikiran modern dan maju dengan ciri sudah bercelana, berjas, berdasi.
Meskipun tampakan luarnya bisa jadi demikian adanya, tapi kategori “Islam tradisionalis” dan “Islam modernis” itu sudah sesat dan menyesatkan. Produk dari tradisi keilmuan pesantren yang nanti akan membuktikannya.
Apa pun sistem atau model pendidikan yang diadopsi, pesantren memiliki tradisi keilmuan yang sangat kuat melalui pengajian dan pengkajian kitab-kitab kuning, terutama dari khazanah keilmuan ulama terdahulu, yang mencakup berbagai bidang keilmuan, lengkap dengan keragaman dan perbedaan pemikiran dari para ilmuwan muslim. Mulai dari bidang ilmu tata bahasa, tafsir Quran, ilmu hadits, fikih, tasawuf, teologi, muamalah, hingga sejarah. Dari tingkat paling dasar hingga yang tertinggi.