Sembari membasuh wajah dengan khidmatnya, para santri yang sedang wudhu menuju musala untuk sembahyang berjamaah. Mereka juga melantunkan doa-doa agar dijauhkan dari wabah yang sampai detik ini masih menyelimuti kita. Baik di dunia nyata maupun dunia sosmed dan beranda-berandanya.
![](https://i0.wp.com/www.duniasantri.co/wp-content/uploads/2021/08/kiai-gondanglegi.jpg?resize=217%2C257&ssl=1)
Siang itu, Pondok Pesantren Baitul Karim Gondanglegi, Malang, Jawa Timur sedang mengadakan munajat bersama. Tak hanya para santri dan alumni pesantren, acara ini juga diikuti oleh masyarakat sekitar. Doa bersama ini dipimpin langsung oleh Romo Kiai Haji Achmad Fachrurrazi Karim. Tujuannya jelas, ngalem dan minta tolong kepada Allah. Membangun hubungan horizontal dan vertikal.
![](https://i0.wp.com/www.duniasantri.co/wp-content/uploads/2022/09/Duniasantri-Telegram-Acquistion.jpeg?fit=1280%2C720&ssl=1)
Kondisi sosial hari ini memang tidak lepas dari ragam permasalahan yang hulunya adalah pandemic Covid-19. Di mana berbagai sektor penunjang kehidupan seakan-akan lumpuh geraknya.
Di sekitar Baitul Karim, misalnya, ada sebuah koperasi (KUD) yang benar-benar dikelola oleh masyarakat sebagai bentuk lumbung pangan. Namun, karena kondisi pandemi seperti saat ini, beberapa program dan prosesnya seperti melemah. Walaupun tidak benar-benar lumpuh.
Akhirnya, masyarakat berbondong-bondong untuk membuat gerakan “Uang Syukur”, yang mana dari kembalian hasil belanja atau beli rokok, lalu dititipkan di lumbung pangan tersebut. Pusat kontrolnya adalah pesantren. Mengapa? Karena setiap seminggu sekali di masa pandemi ini, berbondong-bondong masyarakat dan santri untuk berkumpul bersama dan membaca Burdah.
Mantab, semoga bermanfaat untuk masyarakat.
Amin yarabbal alamin,
Pesantren dan masyarakat memang bagaikan dua sisi mata uang, saling memberikan ketergantungan (kemanfaatan) antara satu dengan lainnya. Jika terjadi kontra antara pesantren dengan masyarakat, bisa dipastikan eksistensi pesantren tersebut akan menuai problematika sosial.
Betul kang, karena melalui sejarah panjang perjuangan dan lahirnya peradaban di Nusantara ini tidak lepas dari kerjasama kyai-kyai Islam dengan masyarakat luas, artinya ada peran pesantren juga. Dan hal itu sampai hari ini masih bisa dilacak kesejarahannya, dari 1905.
Itu yang langsung bersinggungan dengan kepentingan orang banyak, sedang perjalanan pesantren dan masyarakat yang majemuk ini tentu sejak atau bahkan sebelum wali Sanga datang ke nusantara.
Masya Allah…Pesantren yg peduli terhadap masyarakat.
Kalau dalam istilah Jawa “Nunggak Semi” harapannya adalah tumbuh lagi semangat sosial yang diwariskan para wali di masa lalu, berbaur dengan masyarakat.