PESTA OLIGARKI

65 views

PESTA OLIGARKI

Meja yang dipenuhi suguhan itu
Dari peluh yang mengucur deras
Begitupun anggurnya yang tercipta dari air mata rakyat
Di meja mengilap itu mereka bersulang,
kacamata hitamnya menghalangi silaunya dosa
Janji-janjinya menjadi hiasan dinding belaka,
Sementara rakyat melilitkan sarungnya di perut
Berdiri dengan punggung tak tegak
Menyaksikan mereka menari tertawa
Di atas tulang bapak tua yang mulai patah

Advertisements

PESTA DEMOKRASI

Bendera partai, berwarna-warni
berkibar di setiap sudut ruangan, jalan, dan trotoar perumahan
mulut-mulut berkoar tentang janji suci
kami membersamai rakyat, indonesia emas, makan gratis, sekolah gratis
ah, hanya guyonan dan fiksi

Namun, di bilik kecil itu,
Apakah suara kami sungguh berarti?
Pesta demokrasi ini ramai sekali
Lahan-lahan kami ditandai negara ini
Akan menjadi tambang emas untuk mereka sendiri
Hanya mereka yang berpesta.
Dan kami hanyalah penonton di panggung yang sama
Menanti kematian dan hidup tanpa harapan

TAMU YANG SINGGAH

Milik siapa rumah bernama negara ini?
yang di dalamnya, hak-hak rakyat dicabuli
demokrasinya dikorupsi
kekayaan negaranya diekspor ke luar negeri
Pemerintah duduk di kursi jati
sementara kami duduk di tanah
Yang basah oleh peluh dan air mata kami

Milik siapa rumah bernama negara ini?
bahasa mereka jelas tak kami pahami
Janji-janjinya seakan merusak gendang telinga kami
deru napas mereka seakan membakar ulu hati kami rakyat biasa

milik siapa rumah bernama negara ini?
Yang kami duduki sejak nenek moyang menginjakkan kaki
Hingga mati di pangkuan kami
Namun kini, bahkan gerbangnya pun tak terbuka untuk kami

PROYEK KOTA BARU

“Kota baru adalah masa depan negara ini”
kekeh tawa mereka terkesan geli di telinga kami
Tanah-tanah lapang kami dikangkangi
Hutan-hutan kami digunduli
Terkesan dicabuli
Bagi siapa kota baru itu?

ORASI DI SAWAH SENGKETA

Asal kalian tahu,
Tanah ini napas kami
Sejak negara ini dalam janin ibunya
Di balik rumput yang kau injaki
Ada doa yang kami tangisi

Kau datang dengan peta baru yang tertata rapi
Namun siapa yang kau wakili?
Kami menanam di sini sejak fajar sejarah,
Dan kau ingin mencabut akar kami,
Demi gedung-gedung yang tak pernah kami pijaki.

Dengarlah sawah ini bicara,
Tentang tangan-tangan lemah yang menanam mimpi,
dan kaki-kaki kecil yang berlari mengejar impi
Sedangkan engkau berdiri di atas tumpukan padi
yang kami sirami dengan air mata

Multi-Page

Tinggalkan Balasan