Alhamdulillah, demikian benaknya seiring tangan kanannya tampak agak bergetar menerima amplop gaji pertamanya. Ia amat gembira, Gusti Allah Taβala memberinya rezeki uang lantaran bekerja, bukan lewat orang tuanya. Ia jadi ingin cepat-cepat sampai ke rumah, memberikan sebagian untuk mereka yang selama ini dengan penuh kasih menafkahinya dan adiknya. Kemudian, seiring motornya melaju, benaknya teliti membagi uang itu bakal untuk apa dan siapa saja.
Dulu sewaktu nyantri, mengatur uang kirimannya sendiri ia telah terbiasa. Ini menjadikannya cukup pandai mengelola keuangannya. Akan tetapi, setelah memperkirakan sisa uang seusai dibagikan nanti hanya pas untuk kebutuhannya hingga waktu gajian bulan depan, tidak ia nyana, sekonyong-konyong muncul seorang lagi yang menurutnya pun pantas menerimanya. Ini menjadikannya bimbang mempertimbangan antara mengurangi jatah siapa atau sebagian kebutuhannya ditunda.
Waktu itu, sementara ibunya tampak sibuk olah-olah alias memasak, ia asyik membersihkan rumah. Tidak lama kemudian, ia mendengar ibunya menyuruh adiknya pergi ke rumah tetangga meminta beberapa lembar daun salam. Rampung mandi dan mematut diri, ia menyantap sarapan dihidangkan ibunya yang ia rasa nikmat sekali. Itu adalah pagi di mana ia akan pergi untuk wawancara kerja dan alhamdulillah berjalan lancar hingga beberapa hari kemudian ia mendapat kabar diterima bekerja.
Karena, boleh jadi ia diterima bekerja lantaran kelancaran wawancara lantaran otaknya bekerja dengan baik lantaran sarapan yang terasa enak sekali lantaran daun salam, maka kepada si pemilik pohon salam ia pun ingin menyampaikan terima kasih dengan berbagi uang tersebut. Hanya persoalannya, sesampainya di rumah tetangganya itu, seusai ia menyampaikan maksud kedatangannya, si tetangga menanggapi dengan menyatakan bahwa menurutnya yang pantas menerima uang itu adalah saudaranya yang telah menanam pohon salam yang tinggal beda kecamatan dengan mereka. Karena rumah ini dulunya milik saudaranya sebelum ditempati olehnya.
Kemudian, sementara tetangganya itu memberitahu arah-arah ke rumah saudaranya, sekonyong-konyong berkelebat dalam benaknya suara yang menyuruhnya untuk membatalkan saja maksud tersebut: mau berbuat baik kok harus serepot itu. Akan tetapi, alhamdulillah, setelahnya berkelebat juga suara dalam benaknya yang menguatkannya untuk tetap melaksanakannya.
Matap! Tapi dialognya (kalimat langsung) perlu ditambah, kayaknya,,,ππππππ