Problem Pendidikan Inklusi Masa Pandemi

401 views

Pandemi Covid-19 telah mengubah banyak hal, termasuk masalah penyelenggaraan pendidikan, lebih-lebih pendidikan inklusi. Selama hampir setahun masa pandemi ini, pendidikan tak bisa diselenggarakan sebagaimana mestinya.

Padahal, penyelenggaraan pendidikan merupakan amanat konstitusi yang harus dilaksanakan dengan baik. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan bahwa “Setiap warga berhak mendapatkan pendidikan.” Kemudian, pasal 32 ayat (2) yang menegaskan “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”

Advertisements

Selanjutnya, pendidikan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 5 ayat (1) ditegaskan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.”

Undang-undang inilah yang menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan inklusi di tengah masyarah. Artinya, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang seharusnya tanpa memandang status ekonomi, status sosial, serta kemampuan dalam dirinya. Dalam hal ini, pemerintah harus melindungi hak-hak setiap warga negara terlepas dari kemapuan yang dimiliki, terutama dalam hal pendidikan inklusif yang sangat dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus (ABK).

Jika pelaksanaan pendidikan pada umumnya mengalami banyak hambatan karena pandemi Covid-19, begitu pula untuk pendidikan inklusi. Bisa dipastikan, selama masa pandemi, banyak masalah dan hambatan yang dialami oleh sekolah-sekolah yang menerapkan sistem pendidikan inklusif.

Hambatan-hambatan yang ada pada pendidikan inklusif pada era pandemi, meliputi, pertama, sulitnya mencari tempat pendidikan yang aman dan nyaman bagi ABK. Selain itu, karena memang tidak semua sekolah menerima siswa berkebutuhan khusus. Terlebih lagi, di daerah-daerah sangat sulit mencari sekolah yang menerapkan sistem pendidikan inklusif.

Kedua, terbatasnya tenaga pengajar. Pada kondisi normal, tenaga pengajar ataupun guru akan lebih memperhatikan siswa berkebutuhan khusus karena agar dapat menyeimbangkan pembelajaran seperti siswa lainnya. Namun, dalam masa pandemi seperti ini, akan menjadi hambatan tersendiri karena guru akan kesulitan untuk menemukan cara dalam membantu siswa berkebutuhan khusus.

Ketiga, keterbatasan jarak. Siswa akan lebih mengerti apabila diajarkan secara intensif, terutama pada siswa yang memiliki “ketunaan”. Hal ini menjadi sulit karena pertemuan intensif terbatas oleh jarak karena adanya peraturan untuk belajar di rumah selama masa pandemi.

Keempat, fokusnya peserta didik. Saat belajar mengajar tatap muka di sekolah, para guru dapat langsung mengontrol peserta didik. Namun, pada masa pandemi ini, guru akan mengalami kesulitan untuk mengontrol para siswa yang cenderung sering kehilangan fokus saat belajar di rumah.

Kelima, hasil tidak maksimal. Salah satu hambatan pendidikan inklusif di era pandemi ini adalah ilmu yang disampaikan tidak sepenuhnya dapat diterima. Beberapa anak memerlukan cara yang berbeda dalam menerima dan memahami materi pelajaran, namun dalam kondisi sekarang siswa berkebutuhan khusus akan kesulitan menerima informasi yang disampaikan apabila tidak dijelaskan sesuai dengan cara yang dapat mereka pahami.

Karena itulah, dalam kondisi tidak normal seperti saat ini, pendidikan inklusif harus memperoleh perhatian yang lebih dari pemerintah. Misalnya, dalam hal penyelenggaraanya dan juga menuntaskan apa yang jadi hamabatan bagi pendidikan inklusif. Selain itu, untuk memenuhi hak-hak pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusif, semua elemen masyarakat juga harus terlibat secara aktif, dari mulai keluarga, sekolah, masyarakat, dan juga pemerintah.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan