Ramadan tahun ini benar-benar “istimewa” bagi umat muslim sedunia. Puasa di tengah pandemi membuat beberapa kebiasaan Ramadan sebelumnya ikut ter-“lockdown”. Imbauan ulama dan pemerintah tentang physical distancing demi kemaslahatan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Aktivitas masyarakat dibatasi, sekolah diliburkan, santri dipulangkan dari pesantren. Ramadan tak lagi semarak oleh tarawih berjamaah, tadarus, dan iktikaf di masjid. Ini harus disikapi dengan bijak, termasuk larangan mudik Lebaran.
Anjuran untuk stay at home, work from home, dan miss coming home (bagi perantau) tentu berdampak pada rasa bosan tinggal di rumah. Banyak yang menjalani puasa dengan bermalas-malasan, tidur-tiduran, atau rebahan sambil menunggu waktu berbuka. Toh, tidurnya orang puasa itu ibadah…
Memang ada hadits dengan perawi Imam Baihaqi yang berbunyi “naumusshiyami ibadatun”, diartikan bahwa tidurnya orang puasa adalah ibadah. Ini biasanya dijadikan senjata pembenar untuk melawatkan Ramadan dengan rebahan berlama-lama. Mungkin kaum rebahan ini kurang lengkap membaca hadits tersebut, karena memang ada masih lanjutannya, yaitu naumushiyami ibadatun wa shumutuhu tasbihun wa’amaluh mudha’afun wadu’auhu mustajabun wadzanbuhu maghfurun. Artinya, “Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni.” (HR Baihaqi).
Puasa adalah imsak yang berarti menahan; menahan dari sesuatu yang membatalkannya. Selain makan minum, tentu saja yang wajib ditahan adalah hawa nafsu. Nafsu untuk berghibah, nafsu bermaksiat, nafsu berkhalwat, dan nafsu lainnya yang menimbulkan kemudharatan. Dengan begitu, kaum rebahan akan memunyai dalih, dengan salah satu bentuk penghindarannya adalah dengan tidur dan rebahan.
Tidak sepenuhnya salah, namun Islam tidak mengajarkan kepada umatnya untuk bermalas-malasan. Berpuasa Ramadan diapresiasi Allah sebagai ibadah, dengan kemurahanNya tidurnya orang puasa dinilai sebagai ibadah.
Puasa Ramadan seharusnya bisa dimaknai sebagai ‘peperangan’ untuk mengalahkan hawa nafsu. Tentu saja sebuah ‘peperangan’ harus diwarnai dengan rasa semangat, bukan bermalas-malasan. Terlebih lagi, ketika rebahannya yang kelewat batas, bukan saja untuk menghindari nafsu saja, tetapi juga melewatkan dzikir, tadarus, mengikuti kajian keislaman, tetap produktif, demi mengejar nilai ibadah yang dilipatgandakan ketika Ramadan dibandingkan dengan bulan-bulan lain.
‘Tidak ada kepuasan tanpa pengorbanan dan kerja keras’ sebuah ungkapan tepat bagi kaum rebahan di bulan Ramadan. Memang, sungguh nikmat, ketika rebahan sambil mendengarkan musik kesayangan, menikmati film di Netflix, menonton video-video di youtube, ngr-game, asik berkomunikasi dengan grup dalam komunitas di medsos, melihat tayangan yang berbau kuliner, menikmati tontonan iklan sirup, dan lain sebagainya.
Tetapi, perlu direnungkan bahwa banyak umat muslim yang masih bisa bekerja di luar namun tetap berpuasa. Petani di kampung di bawah terik dan kehausan, tetap mengolah lahan dan tanamannya. Driver ojol, petugas medis, aparat keamanan, satpam, pekerja pabrik, pasukan kebersihan, dan pekerja-pekerja lain yang tetap berpuasa meski bekerja. Mereka berlelah-lelah berkeringat, ‘benar-benar’ menahan makan dan minum melawan lapar dahaga, demi mempertahankan puasa. Bekerja adalah amanah, jalan untuk mencari rezeki. Sedangkan, puasa Ramadan adalah ibadah untuk mencapai gelar la’allakum tattaquun. Mereka yang demikian tersebut, tentu akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT, daripada kaum rebahan yang terlena kebablasan berdalih menghindari kemaksiatan.
Rebahan atau tidur seharian memang tidak membatalkan puasa, dan tetap sah. Namun, kadar nilai pahalanya tentu akan berbeda dengan seseorang yang berpuasa dengan tetap produktif, baik dari segi pekerjaan ataupun ibadahnya. Pada malam hari disengaja begadang, ketika mendekati fajar mereka sahur kemudian tidur sepanjang hari. Tidak sedikit orang berpuasa melakukannya untuk menghindari rasa lapar dan haus ketika siang hari. Atau, ketika selesai berbuka menyantap demi memuaskan nafsu untuk makan-minum yang telah ditahan seharian, kemudian rebahan setelahnya, tidak tarawih atau tadarus, hal ini tentu tidak disukai Allah SWT.
Rasulullah SAW ketika bulan Ramadan aktivitasnya meningkat hingga berlipat-lipat. Beliau tidak bermalas-malasan. Rasul juga pernah berucap bahwa orang yang mendapati bulan Ramadan namun tidak memanfaatkannya untuk memperbanyak kebaikan dan meminimalkan keburukan, maka orang itu adalah orang yang merugi.
Penulis bukan ingin menghakimi kaum rebahan atau memandang bahwa tidur ketika puasa Ramadan adalah hal buruk. Tidur atau rebahan memang masih lebih baik daripada terjaga lalu melakukan aktivitas yang benar-benar dapat membatalkan pahala puasa. Mengisi puasa dengan berdusta, menghasut, menggunjing, menjelek-jelekkan pihak lain, dan perbuatan negatif lainnya. Namun, jika tidur untuk istirahat, secukupnya dan tidak berlebihan saat menjalani puasa tentu hal tersebut lebih afdhal. Tidur cukup dan ‘berkualitas’ menurut kesehatan mempunya faedah. Menjaga untuk tetap fokus, mengontrol rasa lapar, mengurangi stres, meningkatkan mood, dan bisa menambah energi atau me-recharge kembali tenaga yang sebelumnya telah digunakan. Tapi, ini untuk tidur siang yang berkualitas selama sekitar 30 menitan, bukan seharian atau hanya sekadar rebahan yang unfaedah.
Ibadah Ramadan hanya bisa ditemui setahun sekali. Kemungkinan akan menemui di tahun berikutnya masih menjadi misteri umur yang hanya Allah SWT yang mengetahui. Dengan begitu, memanfaatkan momentum Ramadan dengan sebaik-baiknya, mengisi dengan berbagai hal atau aktivitas yang bernilai pahala, tentu akan lebih bermakna. Tetap mengikuti tarawih bagi daerah zona hijau dengan ketentuan atau protap dari pemerintah, bagi yang tidak diperbolehkan bisa melakukan tarawih di rumah, tadarus, salat malam, salat Dhuha, bersedekah kepada tetangga sekitar, mengikuti kajian keislaman secara online ataupun bertatap muka langsung dengan tetap phisycal distancing, akan menjadi semaian umat muslim yang kelak akan dipanen di akhirat. Amin. Mari segera bangkit kaum rebahan, manfaatkan separo lebih Ramadan tersisa dengan menyemai benih-benih amal yang dilipatgandakan sesuai janji Allah.Wallahua’lambisshawab.