Komunitas Semaan Puisi menggelar acara akbar bertajuk ”Semaan Puisi dan Haul Sastrawan 2025” yang berlangsung khidmat di Makara Art Center, Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Selasa (28/10/2025).
Digelar untuk pertama kalinya, acara ini bertujuan mendoakan dan mengambil spirit dari 12 sastrawan besar Tanah Air, khususnya sastrawan Asrul Sani. Kegiatan ini tidak hanya menjadi panggung bagi pembacaan karya 12 maestro sastrawan Indonesia, tetapi juga forum refleksi kebangsaan, dengan sorotan utama pada spirit wasatiah kebudayaan Asrul Sani, salah satu pendiri Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi).


Api Pancasila, Tahlil, dan Puisi
Rangkaian acara diawali pada sesi sore (pukul 15.30–18.00) dengan Diskusi Buku Menggali Api Pancasila, karya Ngatawi Al-Zastrouw. Diskusi ini dipandu oleh penyair dan aktivis budaya, Sarah Monica. Ada pun narasumber, Dekan Fakultas Ilmu dan Budaya UI Dr Bondan Kanumoyoso dan mahasiswi program doktoral FIB UI Darmawati Majid. Dalam pemaparannya disebutkan, bahwa buku Menggali Api Pancasila bisa menjadi landasan filosofis, mengajak peserti menelisik kembali nilai-nilai kebangsaan.
Setelah sesi intelektual, hadirin memasuki sesi spiritual. Seluruh peserta menggelar tahlilan dan doa bersama yang ditujukan untuk mengenang dan mendoakan arwah para sastrawan yang dihauli. Dalam kesempatan tersebut, nama-nama seperti Chairil Anwar, Rivai Apin, Asrul Sani, Sutan Takdir Alisyahbana, W.S Rendra, Sapardi Djoko Damono, Sanusi Pane, Amir Hamzah, Hamzah Fansuri, Sitor Situmorang, Ajip Rosidi, H.B. Jassin turut didoakan.
Sastra Pengasah Rasa
Menjelang malam, sesi puncak (pukul 19.45–22.30) dimulai dengan Orasi Budaya dan Baca Puisi. Direktur Kepala Kebudayaan UI Makara Ngawati Al-Zastrouw dalam sambutannya menegaskan urgensi sastra di tengah kehidupan publik saat ini.
“Di tengah hiruk pikuk sosial, politik, dan maraknya orang-orang yang bercocok tanam kebencian, maka penting belajar dan merawat kegiatan-kegiatan sastra untuk mengasah rasa dan hati,” ujar Kang Zastrouw, panggilan akrabnya. Ia menilai, sastra adalah benteng moral yang mampu meredam polarisasi.
Spirit Wasatiah Asrul Sani
Puncak Orasi Budaya disampaikan oleh kritikus sastra Jamal D Rahman. Melalui makalah “Asrul Sani: Jalan Wasatiah Kebudayaan Indonesia”, Jamal mengulas peran Asrul Sani yang konsisten memilih jalur tengah (wasatiah) dalam berkesenian dan berbudaya.
Jamal D Rahman menjelaskan, jalan yang ditempuh Asrul Sani bukanlah kompromi, melainkan sintesis batin yang mencari keseimbangan antara berbagai kutub ideologis. Ia mengutip bagian kunci dari makalahnya:
“Dalam semua peran itu, satu benang merah tetap berkilau: jalan wasatiah, jalan tengah yang tidak netral, tetapi penuh makna— jalan yang mencari keseimbangan antara warisan dan penciptaan, antara iman dan kebebasan, antara transedensi dan sejarah.”
Sikap wasatiah Asrul Sani, menurut Jamal, tercermin dari jejaknya di Gelanggang Seniman Merdeka (1950) hingga perannya di Lesbumi (1962), yang menggarisbawahi kebudayaan sejati sebagai dialog abadi antara nurani dan sejarah.
Format Haul yang Unik
Sastrawan kenamaan Acep Zamzam Noor, yang turut tampil membaca puisi, menyoroti keunikan format acara Haul untuk sastrawan yang diprakarsai oleh Komunitas Semaan Puisi.
“Semaan Puisi dan Haul Sastrawan ini unik, dan belum ada di dunia. Biasanya Semaan dilakukan di pesantren dengan khataman Al-Quran, tapi ini beda, teman-teman menderas puisi-puisi penyair,” ujar Acep Zamzam Noor.
Selain Acep Zamzam Noor, panggung pembacaan puisi dimeriahkan oleh penyair senior seperti Taufiq Ismail, Sunu Wasono, A. Slamet Widodo, Peri Sandi Huizche, Devie Matahari dan Sanggar Matahari, Umam Dante, dan Sadulur Sadayana. Kehadiran mereka menegaskan komitmen komunitas sastra untuk terus merawat warisan pemikiran para pendahulu melalui suara dan kata.
