Semaan Puisi: Kreativitas, Intelektualitas, dan Spiritualitas

Pada Kamis, 18 September 2025, saya berkesempatan mengikuti acara Semaan Puisi. Acara itu dilaksanakan di Al-Zastrouw Library, Seru, Depok, Jawa Barat.

Pertemuan yang membetuk lingkaran itu meninggalkan kesan mendalam dan memberikan pengalaman luar biasa. Acara ini bukan sekadar pertemuan para pegiat sastra; ia adalah perpaduan harmonis antara apresiasi terhadap karya sastra, penghormatan spiritual kepada para sastrawan yang telah berpulang, dan pendalaman makna yang terkandung dalam setiap baris puisi. Ini adalah sebuah perjalanan yang melampaui batas-batas teks, mengantarkan para peserta pada pemahaman yang lebih kaya dan utuh.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Edisi ke-95 Semaan Puisi ini terasa istimewa sejak awal. Acara dibuka dengan suasana yang sangat khidmat, diawali dengan doa bersama. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan Surat Yasin sebagai bentuk penghormatan dan doa untuk para sastrawan besar yang telah berpulang, terutama mereka yang telah memberikan kontribusi tak ternilai bagi dunia sastra Indonesia. Kehangatan spiritual semakin terasa dengan adanya kajian kitab Ta’lim Muta’allim karya Syaikh Zarnuji, yang menjadi landasan filosofis sebelum memasuki pembahasan sastra.

Barulah setelah fondasi spiritual diletakkan, fokus beralih pada sosok sentral diskusi malam itu: Usmar Ismail. Angin Kamajaya, pengasuh Semaan Puisi, memperkenalkan tokoh ini tidak hanya sebagai sutradara film legendaris yang karyanya meraih banyak penghargaan, tetapi juga sebagai seorang penulis puisi yang karyanya tak kalah penting dan berharga. Publik lebih mengenal Usmar Ismail melalui film-film ikoniknya seperti Darah dan Doa (1950), yang sering disebut sebagai film nasional pertama, Lewat Djam Malam (1954), dan Tiga Dara (1956).

Namun, dalam Semaan Puisi ini, kami diajak untuk melihat sisi lain dari maestro sinema tersebut—seorang penyair yang menuangkan pergolakan batin dan pemikirannya dalam kata-kata puitis.

Sesi inti acara, yang dipandu dengan penuh wawasan oleh Angin Kamajaya, adalah momen paling mencerahkan. Sebagai pegiat sastra yang telah lama berkecimpung dalam dunia literasi, ia tidak hanya membacakan puisi, melainkan juga menafsirkan dan mengaitkannya dengan konteks sejarah dan budaya yang memengaruhi sang penyair. Angin Kamajaya membedah puisi-puisi Usmar Ismail dengan penuh semangat, menjelaskan bagaimana setiap baris mencerminkan perjalanan hidup dan pemikiran sang seniman.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan