Subuh Terakhir

1,406 kali dibaca

Pagi itu, beberapa menit sebelum subuh, Ibu membangunkanku untuk bergegas menuju masjid. Suara cemprengnya yang dikeluarkan sedikit berteriak itu membuat telinga kecilku seperti ditusuk-tusuk dari dalam.

“Ayo, Bang, bangun! Nanti tak ada yang azan di masjid,” teriak Ibu dari dapur setelah beberapa kali membangunkanku. Kuakui, dalam persoalan tidur aku memang sedikit tamak.

Advertisements

Mendengar nada suara Ibu yang semakin tinggi, sekuat tenaga aku mencoba mambangkitkan badan, meski kedua mataku masih sulit terbuka. Aku segera berjalan menuju kamar mandi yang terletak di dapur. Kulihat Ibu sedang sibuk menanak nasi. Tangan kanannya yang menggenggam segelas air membuatku curiga, “Jangan-jangan, kalau barusan tidak segera bangun aku akan disiram air itu. Huh, untunglah aku cepat-cepat bangun,” batinku.

Memang beberapa waktu lalu, karena tak kunjung bangun, Ibu benar-benar menyiramku di atas tempat tidur. Satu jebor malahan! Seluruh kepalaku basah kuyup. Saat itu, seperti biasa Ibu sudah beberapa kali membangunkanku. Mungkin, karena mendengar suaraku yang hanya “Ha, hem, ha, hem . . . ,” ia kemudian emosi dan jadilah aku mandi pagi-pagi.

Sesudah sempurna berwudhu dan siap-siap berangkat ke masjid, seperti biasa aku akan meminta Ibu mengantar. Jangan tanya mengapa. Hari masih begitu gelap. Ditambah, jarak dari rumah ke masjid juga bisa dibilang cukup jauh. Aku tak punya nyali kalau harus berangkat sendirian. Apalagi setelah mendengar cerita teman-teman soal hantu pocong membuat hatiku semakin ciut. Aku berani jamin kalau teman-teman sebayaku juga tidak berani keluar rumah sendirian saat masih gelap-gelap begini. Hih. . . .

Ibu sudah siap dengan senter di tangannya. Sebelum menutup pintu, biasanya ia akan berpamitan pada Bapak yang masih tidur di kamar, “Kuantar dulu anakmu ini ke masjid,” ucap Ibu sedikit berteriak. Aku selalu berpikir, kenapa harus berpamitan kalau Bapak masih belum bangun? Apa mungkin akan didengarkan? Kenapa juga bukan Bapak saja yang mengantarku? Ah, iya. Mungkin karena Bapak harus menyimpan tenaganya karena mesti berangkat kerja pagi-pagi buta.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

One Reply to “Subuh Terakhir”

Tinggalkan Balasan