Surat Ketujuh: Kepada Umbu Landu Paranggi (10 Agustus 1943-6 April 2021)

Umbu, surat ini saya tulis bukan karena saya ingin mengenang Persada Studi Klub atau mengulang-ulang nama-nama yang pernah kau bimbing di Malioboro. Saya tidak sedang ingin membahas Melodia, antologi puisimu yang lahir setelah kau memilih diam selama puluhan tahun. Surat ini juga bukan tentang puisi-puisi yang kau tulis di koran, lalu hilang ditelan arsip.

Umbu, saya menulis karena terlalu banyak suara sekarang, dan terlalu sedikit yang tahu cara diam. Diam yang bukan pasrah, tapi diam yang membimbing. Kau tidak pernah hadir sebagai tokoh, tapi selalu ada sebagai jejak. Jejak yang tidak ingin dikenal, tapi tidak bisa dilupakan.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Di Jogja, kau membimbing Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi AG, Ragil Suwarna Praloapati, Iman Budi Santoso. Kau tidak mendirikan sekolah, tidak membuka kelas, tidak mencetak sertifikat. Tapi mereka tumbuh. Bukan karena metode, tapi karena kau hadir—secara konsisten dan misterius.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan