TAKWIL TANAH LIYAN

11 views

BERLAYAR KE PULAU DEMAM

Dan huruf-huruf yang menetas dari tanganku,
hanya bangkai yang tak lagi wangi,
bagi seekor lalat.

Advertisements

Aku bukan majusi
tumbal yang saban hari dinyalakan
sekadar menyelimuti
malam-malam gigil.

Meski sungai di mataku hampir kering
aku tetaplah penyair yang berlayar ke pulau demam
kesibukanku mencari penawar
atas tubuh yang tak henti gemetar
dihantam percapakan usang
hingga pudar menjelma kafan.

Di tengah musim yang berdebu
aku menyimpan seruanku
pada dingin bebatuan
dan mendaras nasib
untuk seluruh nasab
yang bersetubuh —binar ukhrawi.

Sedang doa ibuku
lebih tajam dari nasib yang cacat
lalu aku merawatnya
dalam dua perasaan:
Kesempatan membalas jasa
kesedihan menjelang tiada

Pematangsiantar, 25 November 2024.

DUA SAJADAH

Aku mencari ilusi di tubuh agama
menggantung perasaan di pinggir dinding ibadah
agar Raqib-Atid tak berpura-pura buta dan tuli
bahwa Tuhan yang aku sembah
laiknya Tuhan yang kau sembah
sebab itu
kau yang bersengkela di ubun-ubunku ini
adalah kesedihan yang kudaur ulang dengan cara beribadah
meneguhkan seluruhku, atas sisa-sisa sembab
yang mencuat
pada beberapa malam yang patah.

Sesungguhnya, aku berpuasa atasmu, Kekasih.

Maka pada bulan-bulan yang bukan Ramadan
penuh aku berpuasa
tak menghidu aroma tubuhmu
atau meneguk secangkir senyum
mengunyah bangkai perasaan
dan aku hanya menekuri subuh berulang-ulang
menjadi seorang santri
bertaharah dari lautan nafsu
yang acapkali pasang surut.

Aku ingin berzuhud
menjadi imam di hari kemudian
sujud di atas dua sajadah
kado pernikahan.

Pematangsiantar, 25 November 2024.

TAKWIL TANAH LIYAN

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan