Beberapa waktu lalu, media sosial ramai oleh pemberitaan musibah yang menimpa artis/selebriti. Beragam media tak ingin tertinggal dalam menyuguhkan ihwal terkini keluarga korban. Tak heran, kabar tersebut menjadi topik trending hampir dalam waktu sepekan. Rupanya hal ini menjadi kesempatan bagi para content creator untuk turut mendulang keuntungan melalui konten berita dari peristiwa yang terjadi.
Ironisnya, ada beberapa content creator justru menyajikan berita tentang pemanggilan arwah mendiang selebriti tersebut. Hal ini memicu protes para pengguna media sosial, sebab dinilai tidak berempati dan menghargai keluarga korban. Tak hanya itu, berbagai konten video dengan visualisasi foto korban di TKP tersebar luas ikut meramaikan dunia maya dalam kurun waktu singkat.
Di sisi lain, pihak-pihak yang membantu keluarga korban melalui laman instagramnya justru mendapat tuduhan atas kesempatan panjat sosial. Media sosial tak hanya ramai atas berita musibah tersebut, namun juga penuh dengan komentar positif dan negatif dari banyak pihak. Seolah-olah duka menjadi tontonan dan perdebatan yang tak boleh terlewatkan.
Kecanggihan teknologi memang memudahkan kita untuk mengakses berita dari banyak linimasa. Kita digempur beragam informasi paling aktual tiada henti. Lambat laun hal ini memengaruhi perilaku kita, mengikis hati nurani sebagai manusia yang seharusnya berempati pada sesama. Alih-alih memahami apa yang dirasakan orang lain, banyak orang justru mengutamakan keuntungan bagi diri sendiri yang tidak dibenarkan sama sekali.
Teknologi telah mengalihkan segala kebutuhan kita dalam sekejap. Bayangkan, tak perlu bersusah payah bekerja jika sekali isapan jempol konten yang kita publikasikan bisa menambah jumlah rekening. Atau tak perlu pergi ke ibu kota untuk jadi terkenal, jika dalam genggaman gawai saja bisa mengangkat status seseorang. Teknologi tak hanya menjadi hiburan semata, melainkan juga pusat menghasilkan pundi-pundi uang.
Tampaknya kemudahan tersebut membuat manusia lupa akan sopan santun dan etika. Hal ini terjadi akibat terkikisnya self awarness atas riuhnya informasi yang beredar. Hingga kita luput mengolah isi konsep, unek-unek yang hendak kita sampaikan. Asalkan menarik, mendapat ribuan like dan penonton adalah visi yang tak boleh terlewatkan. Tanpa peduli bagaimana perasaan para pihak terkait dengan kejadian yang menimpa keluarganya.