Kitab Tsabat al-Imam Syaikh al-Islam Ibn Hajar al-Haitami

Tsabat Ibn Hajar, Menjaga Sanad Keilmuan Islam

483 views

Membicarakan ulama dan tokoh-tokoh terkemuka dalam khazanah ke-Islaman seakan tak ada habisnya. Membaca biografi dan perjalanan mereka dalam menuntut ilmu merupakan salah satu jalan alternatif untuk menggugah dan meng-upgrade semangat para pelajar yang sudah mulai kendor.

Salah satu dari sekian banyak tokoh dan ulama itu, ada satu yang memiliki andil cukup besar dalam penyebarluasan mazhab Syafi’i. Ia bernama al-Imam al-Allamah Syihabuddin Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali as-Salmunti al-Haitami as-Sa’di al-Anshori al-Mishri al-Makki asy-Syafi’i yang kemudian dikenal dengan nama Ibn Hajar al-Haitami.

Advertisements

Ibn Hajar dilahirkan pada bulan Rajab tahun 909 H di Mahallah Abi al-Haitam, sebuah daerah yang berada di wilayah Mesir bagian barat. Ia berasal dari keluarga yang cukup sederhana serta taat beragama. Di dalam beberapa sumber yang ada, sebenarnya Mahallah Abi al-Haitam ini merupakan tempat tinggal kedua bagi mereka. Sebelum berpindah ke Mahallah Abi al-Haitam, mereka bertempat tinggal di daerah Salmunt, Mesir bagian timur.

Perpindahan ini dilatarbelakangi karena kondisi Salmunt saat itu yang mulai tidak kondusif dengan banyak fitnah yang bertebaran. Karena itu, mereka memutuskan untuk berpindah ke Mahallah Abi al-Haitam —suatu daerah yang penduduknya sangat taat beragama, mengikuti laku para sufi, serta banyak melahirkan generasi penghafal Al-Qur’an— dan tak lama dari itu Imam Ibn Hajar al-Haitami dilahirkan.

Imam Ibn Hajar al-Haitami memang terdidik menjadi orang yang tangguh dan hidup mandiri sejak kecil, dimulai dengan kewafatan ayahandanya. Sepeninggal ayahnya, Ibn Hajar diasuh oleh kakeknya yang bernama al-Imam Muhammad bin Ali.

Dr Amjad Rasyid Muhammad Ali dalam karyanya yang berjudul al-Imam Ibn Hajar al-Haitami wa Atsaruhu fi al-Fiqh asy-Syafi’i halaman 12, menuturkan bahwa kakek beliau yang terdekat (al-jadd al-aqrob) ini adalah termasuk orang yang gagah dan pemberani di antara kaumnya. Selain itu, kakek Ibn Hajar juga orang yang tak banyak bicara bahkan di setiap keadaan kecuali dalam keadaan darurat saja. Sehingga, orang-orang pada masa itu menyerupakan dirinya dengan Hajar (batu), dan ia dikenal dengan julukan Hajar (batu).

Kakek beliau inilah yang menjadi cikal bakal Imam Ahmad, popular dengan sebutan Ibn Hajar, yang berarti anak atau keturunan batu. Walaupun hanya sebentar bersama kakeknya, tapi Imam Ibn Hajar al-Haitami menyaksikan bahwa sang kakek adalah salah satu dari sekian banyak orang yang diberi anugerah umur panjang oleh Allah SWT. Usianya sekitar 120 tahun, namun selamat dari kepikunan dan tetap tekun dalam beribadah.

Sepeninggal kakeknya, Ibn Hajar di asuh dengan totalitas dan penuh perhatian oleh dua ulama, yaitu bernama al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Abi al-Hama’il as-Sarowi al-Mishri yang dikenal dengan asy-Syams Ibn Abi al-Hama’il (w. 932 H) dan al-Imam Syamsuddin asy-Syinnawi. Kemudian, Ibn Hajar dipindah oleh al-Imam asy-Syinnawi dari Mahallah Abi al-Haitam ke Maqom as-Sayyid Ahmad al-Badawi di Thantha. Di sanalah Ibn Hajar mempelajari dasar-dasar ilmu keislaman.

Pada awal 924 H di kisaran umur 14 tahun, Ibn Hajar oleh al-Imam asy-Syinnawi dipindah lagi dari Thantha ke Masjid Jami’ al-Azhar. Di tempat inilah Ibn Hajar mencurahkan segenap kemampuan dan kesungguhannya dalam menuntut ilmu. Di umur yang cukup belia ini, Imam Ibn Hajar al-Haitami telah berhasil menghafalkan Al-Qur’an dan kitab Minhaj ath-Thalibin karya al-Imam an-Nawawi.

Di al-Azhar, Ibn Hajar mempelajari berbagai disiplin keilmuan, mulai dari hadis, tauhid, fikih, ushul fikih, nahu, saraf, ma’ani, bayan, faraidl, mantiq, tasawuf, sampai ilmu medis kepada banyak ulama, di antaranya: asy-Syaikh Zainuddin Abdul Haq as-Sunbathi, Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshari, asy-Syaikh Muhammad bin Salim bin Ali ath-Thablawi asy-Syafi’i (an-Nasir ath-Thablawi), asy-Syaikh Abu al-Hasan al-Bakri, al-Imam Syihabuddin Ahmad ar-Ramli, asy-Syaikh Nashiruddin al-Laqqani, asy-Syaikh Zainuddin Ubaid asy-Syinsyauri al-Maliki, asy-Syaikh Ibn at-Thahhan, as-Sayyid al-Hatthabi, al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad ad-Dalji, al-Imam Syihabuddin Ahmad bin Ismail bin Shadaqah (Ibn Shaaigh), asy-Syaikh asy-Syams al-Manahili, dan asy-Syaikh Syamsuddin al-‘Abbadi.

Hingga pada pengujung tahun 929 H, Ibn Hajar mendapat legalitas dari para gurunya untuk berfatwa, mengajar, dan mengarang kitab. Padahal, saat itu umur Ibn Hajar belum genap atau di bawah 20 tahun. Hal ini sebagaimana Ibn Hajar sampaikan dalam ungkapannya sebagai bentuk rasa syukur beliau kepada Allah SWT:

حتى أجاز لي أكابر أساتذتي بإقراء تلك العلوم وإفادتها وبالتصدر لتحرير المشكل منها بالتقرير والكتابة ثم بالإفتاء والتدريس على مذهب الإمام المطلبي الشافعي ابن إدريس ثم بالتصنيف والتأليف، فكتبت من المتون والشروح ما يغني روايته عن الإطناب في مدحه والإعلام بشرحه. كل ذلك وسني دون العشرين

“Sehingga para pembesar dari guru-guruku meng-ijazahkan kepadaku untuk membacakan dan memberikan faidah dari ilmu-ilmu tersebut, serta mengurai berbagai kemusykilan di dalamnya dengan sebuah tulisan, kemudian ijazah untuk berfatwa dan mengajar ala mazhab Imam Syafi’i, kemudian ijazah untuk mengarang dan menyusun kitab. Maka dengan itu semua, aku mulai menulis kitab-kitab matan dan kitab-kitab syarah dengan narasi yang cukup baik, sehingga tidak membutuhkan kata-kata panjang untuk manyanjungnya dan bahkan tidak perlu dibuat syarah lanjutan untuk menginformasikan isinya. Dan semua itu adalah di saat umurku belum genap 20 tahun.” (Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdillah at-Tarmasi, Hasyiyah at-Tarmasi: Dar al-Minhaj juz 1 , halaman 23).

Karya-karya yang hasilkan Ibn Hajar sebagai bentuk khidmat terhadap ilmu kurang lebih berjumlah 101 kitab sebagaimana disebutkan dalam kitab Nafais ad-Durar fi Tarjamati Syaikh al-Islam Ibn Hajar karya Syaikh Abu Bakr bin Muhammad bin Abdillah Ba ‘Amr as-Saifi halaman 45. Di antara karya-karyanya, ada beberapa karya yang sangat popular, yaitu kitab Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj, kitab al-I’ab Syarh al-Ubab dan kitab az-Zawajir ‘an Iqtirafi al-Kabaair.

Tentu tulisan ini tidak akan memuat secara keseluruhan karya-karyanya. Menjelang akhir hayatnya, Imam Ibn Hajar al-Haitami memfokuskan dirinya dalam mengajar di Makkah al-Mukarromah. Pada hari Senin, 23 Rajab 974 H, Ibn Hajar meninggal dunia dan disalatkan di Masjid al-Haram Mekkah di bawah pintu Kakbah, kemudian dimakamkan di komplek pemakaman al-Ma’la di samping sahabat Abdullah bin Zubair.

Tsabat dan Sanad Keilmuan 

Sanad merupakan ciri khas tradisi keilmuan Islam. Dengan adanya sanad, maka bangunan keilmuan Islam bisa menjadi kokoh serta dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.

Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdillah at-Tarmasi/at-Turmusi dalam kitabnya Kifayah al-Mustafid li Ma ‘Alaa min al-Asanid halaman 5 mengutip perkataan sebagian ulama’ salaf tentang sanad sebagaimana berikut:

إن الإسناد له كالسيف للمقاتل فإذا لم يكن له سيف فبأي شيء يقاتل

“Sesungguhnya sanad baginya (pelajar/penuntut ilmu) bagaikan pedang bagi orang yang berperang, bilamana ia tidak memiliki pedang, maka dengan apakah ia akan berperang?”

Pentingnya sanad dalam tradisi keilmuan Islam bukan tanpa sebab. Sanad bukan hanya berkaitan dengan penyebutan suatu riwayat dari mana riwayat itu didapat, melainkan juga merupakan bentuk jaminan bahwa suatu riwayat atau transmisi dapat dibenarkan dan diterima keberadaanya. Sehingga, seseorang tidak serta merta berbicara dan berdalil dengan semaunya sendiri. Karena itu, kitab yang bertajuk Tsabat yang memiliki posisi penting dalam sanad keilmuan Islam.

Syaikh Muhammad Yasin bin ‘Isa al-Fadani —selaku yang menta’liq dan mentashih kitab Kifayah al-Mustafid li Ma ‘Alaa min al-Asanid— memberikan sebuah catatan kaki dalam kitab Kifayah al-Mustafid li Ma ‘Alaa min al-Asanid halaman 6 pada kata al-Atsbat. Dalam catatan kaki tersebut, disinggung sedikit tentang istilah tsabat, berikut ibarohnya:

جمع ثبت بفتحتين وهو اصطلاحا اسم للكتاب الذي يجمع المحدث فيه أسماء شيوخه ومروياته عنهم، كأنه مأخوذ من الثبت بسكون الموحدة وهو الحجة، فهذا الكتاب كالحجة له لأن فيه ذكر مشائخه وأسانيده من طريقهم، وهذا الاسم يستعمله غالبا أهل المشرق وأما أهل المغرب فيسمونه الفهرس

“al-Atsbat adalah bentuk jamak dari kata tsabat. Tsabat secara istilah adalah nama bagi sebuah kitab yang ditulis oleh seorang muhaddits yang mengumpulkan nama guru-guru dan riwayat-riwayatnya dari pada guru-guru tersebut. Seakan-akan kata tsabat ini diambil dari kata tsabt (ba’nya disukunkan) yang bermakna hujjah (argumentasi). Maka kitab ini seolahi menjadi sebuah argumentasi baginya, karena di dalam kitab tersebut disebutkan guru-guru dan sanad-sanadnya dari jalur mereka. Tsabat ini merupakan istilah yang biasa digunakan ulama Masyriq, sedangkan ulama’ Maghrib menggunakan istilah al-Fihris”

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kitab Tsabat mempunya fungsi sebagai penjelasan terkait sanad keilmuan seseorang, kitab apa yang dia pelajari, dan kepada siapa dia mempelajari kitab tersebut. Nah, inilah yang selanjutnya akan menjadi garis sanad keilmuan pada murid-muridnya secara terus-menerus, sehingga sanad dalam tradisi keilmuan Islam terus terjaga kelestariannya sampai akhir kehidupan.

Tsabat Ibn Hajar

Tsabat al-Imam Syaikh al-Islam Ibn Hajar al-Haitami merupakan sebuah kitab yang berisi sanad-sanad keilmuan Imam Ibn Hajar al-Haitami yang ditulis sendiri. Tsabat ditulis atas permintaan Qadli Mekkah, al-Imam Ahmad bin Muhammad (934-986 H). Pada saat itu, sang Qadli memohon kepada Imam Ibn Hajar untuk membacakan kitab Sahih al-Bukhari kepadanya, sekaligus memberinya sebuah ijazah.

Tentu hal ini langsung mendapat respons positif dari Imam Ibn Hajar. Ibn Hajar menyampaikan bahwa dirinya sangat suka jika menggunakan metode periwayatan level tertinggi, yaitu Qiraat asy-Syaikh. Tak berselang lama, ia langsung membacakannya sedangkan, sang Qadli Mekkah menyimaknya di hadapan Kakbah.

Tak berhenti di sini, sang Qadli juga meminta untuk dituliskan beberapa sanad lagi, di antaranya sanad al-Kutub as-Sittah (enam kitab hadis), kitab-kitab Musnad, kitab-kitab Jami’, dan beberapa kitab lainnya. Lagi-lagi tujuan mulia tersebut mendapat apresiasi dan respons positif dari Imam Ibn Hajar. Ia mengabulkan permintaan dari sang Qadli Mekkah dengan harapan agar sanad yang beliau berikan menjadi bekal yang sempurna dalam rangka menyebarluaskan hadis-hadis Nabi SAW serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya, bukan untuk dijadikan ajang pamer apalagi hanya sekedar menyombongkan diri. Hal semacam inilah yang penting untuk dijadikan keteladanan, di mana ada seorang penguasa memiliki dedikasi dan semangat yang tinggi dalam menuntut ilmu, di saat yang lain silau dengan kursi jabatannya dan kegelimangan hartanya.

Kitab Tsabat al-Imam Syaikh al-Islam Ibn Hajar al-Haitami ini ditahqiq oleh seorang ulama asal Yordania bernama Dr Amjad Rasyid Muhammad Ali, Dekan Fakultas Fiqh Syafi’i Universitas Sains dan Pendidikan Dunia Islam Yordania. Kitab ini dicetak oleh Dar al-Fath li an-Nasyr Wa at-Tawzi’ Yordania dengan jumlah 548 halaman.

Kitab ini memuat enam pembahasan: pertama, mukadimah yang mungupas secara mendalam terkait keutamaan ilmu hadis, sanad, serta keutamaan ahlinya. Kedua, penyebutan sanad-sanad Imam Ibn Hajar al-Haitami kepada hadis musalsal, seperti al-musalsal bi ar-Rahmah wa al-Mushofahah. Ketiga, penyebutan sanad-sanad khirqah at-tasawwuf (kain yang digunakan sebagai simbol pensanadan dan pengijazahan tarekat sufi). Keempat, penyebutan silsilah fikih dan ushul fikih. Kelima, penyebutan sanad-sanad Imam Ibn Hajar kepada kitab-kitab Hadis. Dan, keenam, penyebutan sanad-sanad Imam Ibn Hajar kepada para imam dan karyanya.

Dalam penyusunan Tsabat ini, Imam Ibn Hajar merujuk kepada beberapa sumber otentik, di antaranya: kitab Tsabat Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshari, Masyyakhah al-Imam Zainuddin as-Sunbathi, Tsabat al-Hafidz al-Jalal as-Suyuthi yang disebut juga kitab Zad al-Masir fi al-Fihrist as-Shaghir, Ithaf al-Firqah fi Rafwi al-Khirqah karya al-Imam al-Hafidz as-Suyuthi, as-Safinah al-‘Iraqiyyah fi Libas al-Khirqah as-Sufiyyah karya al-Imam Muhammad bin ‘Iraq, al-Juz’ al-Lathif fi at-Tahkim asy-Syarif karya al-Imam Abu Bakr al-‘Aydrus, al-Jawahir al-Mukallalah karya al-Hafidz as-Sakhawi, Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra karya al-Imam Tajuddin as-Subki, Wafayat al-A’yan karya al-Imam Ibn al-Khillikan/al-Khallikan, ad-Dhau’ al-Lami’ li Ahli al-Qarn at-Tasi’ karya al-Hafidz as-Sakhawi, dan beberapa sumber lainnya.

Untuk memastikan otentifikasi kitab Tsabat al-Imam Syaikh al-Islam Ibn Hajar al-Haitami, maka Dr Amjad Rasyid Muhammad Ali selaku muhaqqiq juga menyertakan sanadnya kepada kitab Tsabat ini dan kitab-kitab karya Imam Ibn Hajar al-Haitami lainnya. Ia meriwayatkannya dari beberapa gurunya dengan sanad tertinggi, yaitu: pertama dari al-Musnid as-Sayyid asy-Syarif al-Mu’ammar Abdurrahman bin al-Allamah as-Sayyid Abd al-Hayyi bin Abd al-Kabir al-Kattani al-Maliki, dari ayahnya dengan sanad yang bersambung hingga mushannif, yakni Imam Ibn Hajar al-Haitami.

Kedua dari al-Allamah asy-Syaikh Muhammad Namir al-Khatib al-Filasthini al-Hanafi. Ia meriwayatkan dari sejumlah ulama’ salah satunya al-Muhaddits asy-Syaikh Muhammad Habibullah asy-Syinqithi dengan sanadnya yang bersambung kepada Imam Ibn Hajar al-Haitami. Ketiga dari al-Allamah al-Muarrikh al-Faqih al-Mu’ammar asy-Syaikh Abdullah bin Ahmad an-Nakhibi al-Yamani asy-Syafi’i, beliau dari al-Habib Alwi bin Abdirrahman bin Abi Bakr  al-Masyhur dari al-Allamah Musnid Hadramaut as-Sayyid ‘Aydrus bin Umar al-Habsyi dengan sanadnya yang bersambung kepada Imam Ibn Hajar al-Haitami. Wallahu a’lam

Sumber rujukan utama dan pendukung dalam tulisan ini:

  1. Kitab Tsabat al-Imam Syaikh al-Islam Ibn Hajar al-Haitami karya Imam Ibn Hajar al-Haitami
  2. Kitab Nafais ad-Durar fi Tarjamati Syaikh al-Islam Ibn Hajar karya Syaikh Abu Bakr bin Muhammad bin Abdillah Ba ‘Amr as-Saifi
  3. Kitab al-Imam Ibn Hajar al-Haitami wa Atsaruhu fi al-Fiqh asy-Syafi’i karya Dr. Amjad Rasyid Muhammad Ali
  4. Kitab Kifayah al-Mustafid li Ma ‘Alaa min al-Asanid karya Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdillah at-Tarmasi/at-Turmusi
  5. Kitab Hasyiyah at-Tarmasi karya Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdillah at-Tarmasi
Multi-Page

Tinggalkan Balasan