Tokoh-tokoh sufi dengan konsep wahdatul wujud begitu banyak meskipun tidak dapat dikatakan sangat banyak. Namun konsep ini terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Tidak sedikit kemudian konsep ini menjadi diskusi yang sangat intens di kalangan orang-orang tertentu. Kontroversi atas kenyataan ini merupakan bagian dari khazanah pengetahuan. Kita harus dapat saling menghormati perbedaan, sehingga hakikat kehidupan yang damai dapat menjadi realitas yang sebenar-benarnya.
Berikut beberapa tokoh sufi terkait dengan paham wahdatul wujud. Hanya dijabarkan beberapa tokoh karena keterbatasan pengetahuan penulis, juga keberadaan referensi yang kurang memadai. Setidaknya, wahdatul wujud telah mengejawantah dalam kehidupan dan tidak dapat dimungkiri keberadaannya.
Al-Hallaj
“Ana al-Haq, (Akulah Kebenaran)!”
Abu Abdullah Husain bin Mansur al-Hallaj yang terkenal dengan sebutan Al-Hallaj adalah salah seorang ulama sufi yang dilahirkan di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran Tenggara, pada 26 Maret 866 M. al-Hallaj seorang keturunan Persia. Kakeknya adalah seorang penganut Zoroaster dan ayahnya memeluk islam. Al-Hallaj merupakan syekh sufi abad ke-9 dan ke-10 yang paling terkenal. Ia terkenal karena berkata: “Akulah Kebenaran”, yang ucapannya tersebut membuatnya dieksekusi secara brutal oleh penguasa pada saat itu.
Konsep Islam berdasarkan syariat tidak menerima paham “Ana al-Haq”, karena kebenaran yang merupakan salah satu nama Allah (asmaul husna) tidak dapat dimiliki oleh makhluk semisal manusia. Oleh karena itu, ungkapan Al-Hallaj dianggap telah menistakan konsep Islam yang sebenarnya, bahkan Al-Hallaj dianggap kafir, keluar dari Islam (murtad), dan dihukum mati (dihukum gantung).
Syeh Al-Junaid Al-Baghdadi adalah guru dari Al-Hallaj, dan pada saat itu menjadi qadhi (hakim) yang harus memutuskan pengaduan konsep keyakinan Al-Hallaj. “Hal ini terjadi, ketika ia menerima gugatan pengaduan tentang kesalahan dan penyimpangan Al-Ḥallaj dalam pemikirannya. Pada satu sisi, ia sangat memahami pemikiran dan gejolak spritual yang dirasakan Al-Hallaj. Namun Al-Hallaj banyak mengumbar pernyataan spritual (shathaḥat) yang membuat umat Islam yang awam menjadi bingung. Berdasarkan keputusan sidang pengadilan, ia terpaksa, dalam kedudukannya sebagai kepala Qadi Baghdad, menandatangani surat kuasa untuk menghukum mati Al-Hallaj.