Amtsilati: Inovasi Pembelajaran Nahu Saraf dan Perkembangannya

316 kali dibaca

Dalam tradisi pesantren, nahu dan saraf merupakan dua ilmu alat yang dengannya berjuta pintu ilmu dapat dibuka.Jadi, nahu dan saraf adalah kunci. Siapa menguasai dua ilmu ini, maka niscaya akan mudah memperoleh ilmu-ilmu lain.

Namun, selama ini nahu dan saraf dikesankan sebagai ilmu yang menakutkan dan menyeramkan karena dirasa demikian sulit dikuasai. Faktanya memang demikian, karena itulah diperlukan adanya alternatif dan terobosan agar keduanya menyenangkan dan mudah dipelajari.

Advertisements

Sebab, suatu keharusan untuk mengkaji atau belajar kitab kuning menggunakan ilmu nawu dan saraf. Selama ini, untuk menguasai keduanya membutuhkan modal waktu yang sangat lama serta tenaga dan pikiran yang ekstra.

Sejarah Amtsilati

Adalah KH Taufiqul Hakim, seorang kiai muda yang berhasil menciptakan metode amtsilati. Sebuah inovasi baru di bidang keilmuan nahu dan saraf dengan program cara cepat membaca kitab kuning hanya dalam waktu 3-6 bulan.

Semuanya berawal dari kepulangannya dari Pondok Pesantren Mathali’ul Falah Kajen, Pati, Jawa Tengah pada 1996. Pada awalnya, proses belajar mengajar menggunakan metode menulis bait-bait Alfiyyah di papan tulis. Selanjutnya dibaca dan dipelajari bersama para santri. Dan metode pembelajaran ini bertahan sampai tahun 2000.

Terbentuknya nama “Amtsilati” berasal dari susunan idhafah (gabungan dua isim) kata pertama “amtsilatun” yang berarti contoh dan kata kedua “ya’ mutakallim” yang bermakna saya. Jadi ketika disambung memiliki makna “contoh dari saya”, mengingat idhafah bisa menyimpan makna  من  (min),  فى (fii),  dan  ل (lii).

Penciptaan Amtsilati dimulai saat tanggal 17 Ramadhan 2001. Sebelum itu, beliau mulai merenung dalam zikirnya dan muncul pikiran untuk bermujahadah (bersungguh-sungguh). Ketika dilakukan secara ikhlas, maka Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahannya.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan