Arah Baru Studi Tafsir di Indonesia

38 views

Al-Qur’an merupakan kitab suci dan sekaligus petunjuk bagi umat muslim. Sebagai kitab suci, ia bahkan selalu menginspirasi bukan hanya bagi umat muslim saja, melainkan ia memiliki daya keunikan dan motivasi tersendiri bagi setiap orang.

Hal itu membuktikan bahwa Al-Qur’an adalah benar-benar kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan mengandung mukjizat yang luar biasa sehingga mendorong semua orang untuk melihat aspek-aspek apa saja yang terkandung di dalamnya.

Advertisements

Ketika melihat aspek-aspek keunikan daripada Al-Qur’an tersebut, setiap orang menempuh cara-cara yang berbeda dan hasil pengamatannya pun juga tidak sama. Jika diibaratkan sebuah intan permata, maka Al-Qur’an mengandung intan permata yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Tidak mustahil jika seseorang mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia melihat lebih banyak ketimbang dengan apa yang ia lihatnya sendiri (hlm. 2) dan begitulah seterusnya.

Buku ini mencoba mengungkap aspek-aspek daripada keunikan Al-Qur’an itu melalui cara-cara yang sangat unik dalam menggali kemukjizatan Al-Qur’an tersebut. Cara yang ditempuh oleh penulis buku ini dapat membuka peluang baru dalam melihat aspek-aspek keunikan Al-Qur’an, sehingga pada gilirannya umat muslim dapat menemukan cahaya Al-Qur’an dari sisi yang berbeda pula.

Adapun, cara yang ditawarkannya adalah melihat Al-Qur’an menggunakan pendekatan eklektisisme. Pendekatan ini meniscayakan adanya cara pandang terbaru di dalam melihat Al-Qur’an agar mampu memahaminya sesuai dengan situasi dan kondisi zaman.

Pakar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Profesor Abdul Mustaqim, melalui bukunya, Epistemologi Tafsir, menjelaskan bahwa periodisasi tafsir terdiri dari tiga periode. Pertama, tafsir era awal atau tafsir pembentukan. Kedua, era pertengahan. Dan, ketiga, era modern-kontemporer. Setiap periode ini memiliki kecenderungan tersendiri dalam melakukan penafsiran terhadap Al-Qur’an.

Di era awal, kecenderungan tafsir lebih dominan menggunakan periwayatan. Di era pertengahan, kecenderungan penafsiran lebih bersifat afirmatif, ideologis, dogmatis, dan sektarian. Sementara di era modern-kontemporer lebih bersifat terbuka atau bersifat kritis-reformatif terhadap metode dan pendekatan penafsiran Al-Qur’an era pertengahan.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan