Beragama dengan Akal atau Doktrin

236 views

Dogma rupanya sudah menjadi masalah tersendiri dalam beragama. Entah sejak kapan Islam dibelenggu oleh dogmatisme semacam ini. Padahal, Allah dan rasul-rasul tidak pernah mengajarkan dogmatisme itu. Beragama dengan dogma berarti beragama dengan “memaksakan” kehendak. Orang yang dianggap pintar akan menanamkan ajarannya kepada murid-muridnya secara kaku , persis, dan seutuhnya. Hal ini seakan membuktikan bahwa substansi agama selalu bersifat statis.

Tidak boleh ada perbedaan dalam beragama. Para “pemuka-pemuka” agama seakan menanamkan doktrin bahwa dalam beragama harus tegas namun tanpa didasari oleh dinamika berpikir. Doktrin-doktrin sering digelontorkan untuk menanamkan dogma kepada para murid atau yang menuntut ilmu.

Advertisements

Hasil dari sistem dakwah yang dogmatis ini akhirnya menunbuhkan primordialisme yang tinggi. Menganggap bahwa golongannya adalah yang paling benar, merasa bahwa ustadznya adalah yang paling benar, bahkan hal yang lebih ekstrem lagi adalah bukan hanya merasa paling benar, namun menganggap kafir saudara-saudara muslim yang di luar dari halaqohnya.

Padahal, secara gamblang Allah sudah beberapa kali berfirman dalam al-Quran agar beragama tanpa paksaan karena agama merupakan sebuah fitrah, dan fitrah sudah pasti tidak terikat oleh doktrin. Dalam surah ar-Rum ayat 30, Allah menjelaskan bahwa agama adalah fitrah, kemudian dalam surah al-Baqarah ayat 256, Allah menjelaskan bahwasa tidak ada paksaan dalam beragama. Dan, surah Yunus ayat 99 pun menjelaskan tentang kesia-siaan memaksa orang lain dalam beragama.

Dari sinilah kita seharusnya mulai membuka pikiran mengenai beragama dengan akal sehat, dan bahwa agama bukanlah mengenai doktrin yang kaku yang membenarkan jalan yang lurus hanya bisa dilalui dengan satu cara saja. Hal ini tentu saja selaras dengan peran Nabi Muhammad sebagai rahmatan lil ‘alamin. Selain itu, alangkah lebih baiknya kita juga mengetahui apakah indoktrinisasi juga hidup saat para utusan Allah menjalankan peran beragama.

Jika bercermin kepada kehidupan Rasulullah, beliau bahkan tidak pernah memaksakan dalam beragama, atau beliau bahkan tidak pernah meneladankan untuk menjadi sama persis seperti beliau. Karena, sebenarnya beliau paham setiap manusia memiliki pembawaan dan kemampuan yang berbeda-beda.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan