BLAGGUAN, 1993

149 kali dibaca

BLAGGUAN, 1993
_____dari sebuah diskusi dengan M Farhan Ibadillah

Semisal kita tertidur di tanah luka Blangguan
Dan matahari menggigil di tahun 1993
Karena derita tercipta dari kabut harga
Pestisida dan pembasmi hama.

Advertisements

Sementara malam mencair pada batang jagung
Bulan berduka, air matanya meleleh
Pada temaram bohlam

Kemudian di kepala kita lahir sebuah rusun:
Kematian adalah telapak tangan meraba tenggorokan
Saat orang-orang terkesima di subur ladang jagung
Dan ketika matahari terlempar
Dari kepak sayap kelelawar
Mereka hendak memetik waktu dari batang jagung itu
Namun ternyata harapan
Adalah kubur bagi masa depan

“Seperti menggali makam di negeri sendiri”

Begitulah sepanjang jarum jam memutar kefanaan
Jagung yang mereka tanam
Kering batangnya hanya untuk menggali mata mereka sendiri
Hingga darah-darah peradaban terkuras
Makin anyir dan panas!

Teater Alfatihah, 19-21 Januari 2024.

SENGKON

Kita sedang mendengarkan tembang maskumamabang
Angin tersedu dari tahun 1974
Suara kecapi menyatu dengan nyeri
Orang-orang nyinden dalam diri mereka sendiri
Kerena mesiu dan desing peluru
Adalah gemelan tiada henti ditabuh

21 Novenber 1974
Hari itu bulan berlumut
Ketika tangis seorang perempuan terpahat di langit-langit rumah
Kepala suaminya telah ditetak senjata laras panjang menuju keabadian
Suara warga desa bagai salak anjing di malam yang bacin

“Hei Sengkon!, minggat saja dari kampung ini
Kami tak sudi menghirup udara yang bercampur
Baur dengan napas keluarga pencuri”

Padahal dia hanya petani biasa
Nyawanya tertanam pada bibit padi
Dan tubuh jagung di bojongsari

Si Sengkon itu,

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan