DEMIKIANLAH KUTULISKAN NAMAMU DALAM ZIARAH ABADI
Perjalananku menemuimu adalah kepingan
ziarah abadi
Menuju kepada Yang Tak Terbatas
Kini aku milikmu seutuhnya
Hujamlah dadaku dengan pedang sabdamu
Lantas koyaklah jantungku yang telah lama
merana
Betapa itu akan membebaskan burung jiwaku
yang telah sekian lama terkurung dalam
penjara raga
Duhai, Pemersatu jagat raya:
Setiap celah sepanjang Maghrib hingga Masyriq
Kau isi dengan Matahari dan Rembulan
Selipkan pula Cahaya dan Sinar itu ke dalam
jiwaku
Keduanya akan menjadi jalanku menuju Langit
Mula-mula adalah kata
Lalu hati yang nelangsa mulai menangis
Sesaat setelah mendengar suaramu
Yang dihantarkan angin dan aliran sungai
anggur kesucian
Kita begitu lekat
Kau lebih dekat daripadi urat nadiku
Aku takkan pernah bersedih karena aku tlah
mengenalmu
Meski kakiku terbius bisa ular
Meski ragaku tertusuk delapanpuluh
anak panah
Aku takkan bersedih
Karena pagi ini kita begitu mesra
Begitu teramat mesra seakan sepasang pecinta
yang sudah lama memadu kasih
di bawah bayang-bayang pohon delima
Kemesraan kita begitu mendalam di antara
bisingnya para pewarta kebenaran yang
begitu angkuh
Di tengah hiruk-pikuk para pesiar
yang berbahagia untukmu tapi tak pernah
benar-benar mengenalmu
Lihatlah, penaku patah ketika menuliskan
namamu
Kemudian kupahat batu yang kupikir kekal
Tapi batu itu pecah
Berkeping-keping
Berdarah-darah
Lalu hendak kupinjam bulu-bulu dari sayap
malaikat
Yang selalu menemani perjalananku
Seketika saja mereka tertunduk malu
mendengar namamu
Saat semuanya terdiam
Mega menurunkan hujan ilham
Kata-kata yang membasahi jiwaku
Tinta Langit yang tumpah merasuki aliran
darahku
Masuk dari kulitku yang tlah terbakar api rindu
padamu
Dan aku berseru: