Kini, namanya tak segegap gempita pondok-pondok pesantren besar yang bertebaran di Pulau Jawa, khususnya. Namun, pada abad ke-19 dulu, ia pernah menjadi padepokannya kiai-kiai besar yang kemudian mengembangkan pesantren tak hanya di Banyuwangi, tetapi juga di daerah lain, hingga ke Madura.
Sesuai dengan nama tempatnya, dulu ia disebut Pondok Pesantren Jalen. Terletak di Dusun Jalen, Desa Setail, Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Walinya para wali, KH Syaikhona Kholil Bangkalan, disebut-sebut pernah nyantri di sini selama tiga tahun. Kiai Kholil kemudian menjadi gurunya banyak kiai besar, terutama KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). KH Mukhtar Syafaat, pendiri Pondok Pesantren Blokagung Banyuwangi, juga pernah mondok di Pesantren Jalen. Tercata juga, KH Abdul Manan dan KH Askandar, para perintis pesantren di Banyuwangi, juga pernah menjadi santri di Pondok Jalen ini.
Perintis Pondok Jalen adalah KH Abdul Basyar, yang sebelumnya dikenal sebagai seorang santri kelana asal Banten. Tak ada catatan yang pasti soal tanggal lahir KH Abdul Basyar. Sejarah mulai mencatat namanya ketika Basyar menjadi santri kelana, pindah satu pesantren ke pesantren lainnya untuk berguru. Pertama-tama, Basyar mondok Pesantren Ringin Agung, Kediri dan berguru kepada Kiai Nawawi. Dari sini, Basyar berpindah pondok. Kali ini ke Jepoko, Blitar dan berguru kepada Kiai Madunus.
Rupanya, Kiai Madunus jatuh hati kepada kecakapan dan kecerdasan santrinya ini. Karena itu, setelah beberapa menjadi santrinya, Kiai Madunus mengambilnya sebagai menantu. Basyar dinikahkan dengan putrinya. Rupanya, menjadi menantu tak menghalangi kebiasaan Basyar untuk berkelana. Setelah beberapa lama berumah tangga, Basyar pamit ingin melanjutkan pengembaraannya. Istrinya dibawa serta.
Selain ditemani istrinya, dalam pengembaraan yang tak tentu tujuannya ini Basyar diiringi oleh 7 orang temannya sesama santri —ada yang menyebut 60 orang santri. Pengembaraan Basyar terhenti di pinggir sebuah kali di daerah Banyuwangi. Saat itu, Dusun Jalen, Desa Setail, ini masih berupa hutan belantara. Karena merasa cocok di tempatnya, Basyar kemudian mengajak kawan-kawannya untuk babat alas, membuat permukiman di sini.