Kang Sukri. Nama itu sangatlah terkenal di seantero pondok Futuhiyah. Dalam sehari speaker pondok bisa memanggil nama itu sampai berkali-kali, hanya karena kiai sering mencarinya. Dia adalah seorang santri khodim Kiai Fatah yang sudah bertahun-tahun mengabdi. Kata “syukri” yang tersemat sebagai namanya berarti syukur.
Jika ditinjau dari segi ilmu nahwu dan sorof, kata “syukri” bukan berarti berkedudukan khofad walaupun berakhiran dengan bunyi “i” atau tanda kasroh yang menjadi ciri khusus i’rob khofad. Hal ini karena i’rob jer atau khofad menunjukkan kedudukan yang selalu di bawah yang tidak pantas dipakai menjadi sebuah nama. Sebuah nama yang memakai i’rob khofad memiliki makna filosofis negatif, yakni kedudukan kasroh atau di bawah.
Menurut cerita pamannya, pamannya dapat cerita dari ayah Kang Syukri, kata “syukri” berasal dari isim masdar “syukron” yang bertemu dengan ya’ mutakallim wahdah, maka kata Syukri memiliki arti syukurku, atau rasa syukur yang kumiliki. Orang tua Kang Syukri sangat menginginkan dirinya menjadi orang yang ahli syukur. Orang yang syukur dan ridho atas keputusan Allah memiliki kedudukan yang teramat mulia di sisi-Nya. Ahli syukur adalah pemenang di setiap pentas kehidupan.
“Kang Syukri!” panggil Kiai Fatah suatu waktu. Kang Syukri pun mendekat sembari membungkuk takdzim.
“Tolong belikan daging ayam, kecambah, sama bumbu soto ya. Nanti berikan ke mbak-mbak yang ada di dapur,” perintah Kiai Fatah. Tanpa ba-bi-bu, Kang Syukri langsung berangkat ke pasar mencari pesanan kiainya.
Beberapa saat kemudian Kang Syukri sudah kembali membawa pesanan Kiai Fatah tadi. Namun kemudian Kang Syukri didera bingung ketika akan memberikan pesanan itu. Daging ayam harus diberikan kepada santri putri yang mengurusi masak, tetapi ketika Kang Syukri sudah membunyikan lonceng untuk memanggil para khodimah, mereka tak kunjung datang. Kang Syukri berdiri mencakung menanti kedatangan perempuan yang sudah sangat dia hafal bentuk dan warna kulit serta baju yang biasa dikenakannya, bahkan Kang Syukri juga hafal bau keringat perempuan khodimah Kiai Fatah itu. Sembari menunggu kedatangan khodimah itu, Kang Syukri membayangkan seperti apa wajahnya. Suara lembut perempuan itu selalu mampu menggetarkan dadanya. Dan semakin hari dia semakin penasaran seperti apa wajah perempuan itu. Ketika suara gesekan sendal khodimah itu terdengar di gendang telinga, dada Kang Syukri mulai berdebar-debar tak terkendali.