KH Ahmad Siddiq, Perumus Pilar Relasi Agama-Negara

200 kali dibaca

Bagi Nahdlatul Ulama (NU), persoalan hubungan antara agama dan negara, Islam dan Pancasila, sudah selesai. Hal itu terjadi ketika Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas dalam bernegara. Solusi cerdas itu buah dari pemikiran KH Ahmad Siddiq.

KH Ahmad Siddiq merupakan salah satu ulama terkemuka di zamannya. Lahir di Talangsari, Jember, Jawa Timur pada Ahad Legi 10 Rajab 1344H/24 Januari 1926M dengan nama kecil yang Ahmad Muhammad Hasan. Bersamaan dengan kelahirannya, sebuah organisasi besar bernama Nahdlatul Ulama berdiri.

Advertisements

Ia lahir dari pasangan suami istri KH Muahmmad Siddiq dan Nyai Hj Zaqiah (Nyai Maryam). Jika ditelisik nasabnya, Kiai Ahmad Siddiq masih memiliki keturunan darah biru dari Kerajaan Pajang. Ayahnya tidak lain adalah anak dari Kiai Abdullah Lasem bin Kiai Muhammad Shaleh Tirtowijoyo, putra kiai As’ary, putra Kiai Adra’i, putra kiai Muhammad Yusuf (mbah Sambu), putra dari Raden Sumonegoro, putra dari raden Pringgokusumo/Adipati Lasem III, putra dari Pangeran Benowo I, putra dari Sultan Hadiwijoyo atau yang kerap dikenal dengan nama Joko Tingkir.

Namun, di usianya yang terbilang masih sangat muda, 4 tahun, ia ditinggal ibu kandungnya wafat saat perjalanan pulang dari tanah suci. Tidak berselang lama, ayahnya juga wafat saat Kiai Ahmad Siddiq masih berumur 10 tahun.

Sejak yatim piatu, kakaknya yang menggantikan posisi ayah serta ibunya untuk mengasuh Kiai Ahmad Siddiq kecil. Sehingga ada yang menduga bahwa Ahmad kecil mewarisi sifat dan gaya berpikir kakaknya, sabar, tenang, dan sangat cerdas. Wawasan berpikirnya sangatlah luas, baik dari segi ilmu agama maupun pengetahuan umum.

Terlahir dari darah priayi membuatnya memiliki pengalaman keagamaan yang banyak. Sebelum pada akhirnya memasuki dunia pesantren, KH Ahmad Siddiq telah menempuh pendidikan di sekolah Rakyat Islam di wilayah Jember. Setelah lulus sekolah dasar, ia menimba ilmu di Pondok Pesantren as-Siddiqiyah Jember atas asuhan ayahnya sendiri, KH Muhammad Siddiq. Di sana pendidikan ayahnya terbilang ketat dengan mewajibkan salat jamaah lima waktu kepada anak-anaknya. Di tempat yang sama, Kiai Ahmad Siddiq kecil belajar mengaji kitab kuning kepada kakaknya (Kiai Mahfudz Siddiq).

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan