Memahami Gagasan Agama Ramah Perempuan dari Kiai Feminis

71 views

Telah lama sebagian kalangan muslim mendoktrin perempuan berada di bawah posisi laki-laki, sebab laki-laki diberi kualifikasi lebih unggul dibanding perempuan. Peran perempuan hanya terbatas ruang domestik dan tidak boleh aktif di ruang publik, sebab khawatir menimbulkan fitnah. Begitupula kewajiban istri yang tunduk kepada suami. Sebagaimana dapat dibaca pada fatwa ulama yang telah dijelaskan di banyak kitab kuning, yang menjadi pegangan orang-orang pesantren. Hal itulah yang kemudian melahirkan sebuah pertanyaan: apakah agama Islam melakukan marginalisasi terhadap kaum perempuan?

Fenomena tersebut menggerakkan KH Husein Muhammad untuk melakukan pembelaan terhadap perempuan dengan gagasannya melalui buku ini. Selama ini kitab klasik yang menjadi rujukan utama dalam membentuk nilai, norma, dan budaya pesantren ternyata sangat mensubordinasi kaum perempuan.

Advertisements

Misalnya, laki-laki memiliki kekuasaan menceraikan istri, sedangkan istri hanya boleh mengajukan gugatan cerai; laki-laki berhak menikahi, sedangkan perempuan statusnya sebagai yang dinikahi. Atas dasar itulah sebagai kiai sekaligus aktivis, Kiai Husein menggagas wacana tandingan dengan basis keilmuan dalam pesantren demi memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender.

Salah satu akar permasalahan dari ketimpangan gender tersebut ialah kekeliruan dalam menginterpretasi teks-teks keagamaan. Dalam buku ini, Kiai Husein Muhammad menjelaskan secara detail definisi serta relasi antara tauhid, syariat, fikih, dan fiqh perempuan. Menurutnya, pesan-pesan tauhid dalam Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan kondisi budaya pada suatu zaman yang mengusung visi dan misi yang sama, yakni kesetaraan dan keadilan untuk seluruh manusia (hlm 98).

Teks-teks Al-Qur’an dan hadis telah mengalami transformasi metodologis tanpa menghilangkan aspek-aspek logika rasional. Dalam pendirian Kiai Husein Muhammad, hal tersebut merupakan peluang yang luas untuk upaya transformasi lebih lanjut, sejalan dengan perubahan kultural dan sosial yang menyertai. Dengan demikian, Kiai Husein menyeru pembaca agar tidak menafsirkan teks-teks agama dengan pemahaman masa lalu. Harus sesuai dengan konteks kontemporer dan berlandaskan pada prinsip-prinsip tauhid.

Salah satu contohnya, dalam surah An-Nisa ayat 34: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan.” Ayat ini ditafsirkan bahwa kaum laki-laki adalah pemimpin, penanggung jawab, dan pendidik atas kaum perempuan. Ayat ini kemudian dijadikan legitimasi utama superioritas laki-laki atas perempuan.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan