Membaca Kembali Kritik Rendra dalam Puisi

25 views

Membaca Kembali Kritik Rendra dalam Puisi
Khanafi

Demokrasi Indonesia yang pernah digambarkan wataknya oleh Mohammad Hatta dalam bukunya yang masyhur; Demokrasi Kita, memang sungguh mengkhawatirkan. Apalagi jika dibiarkan tanpa kritik.

Advertisements

Gejala yang pernah ditulis Mohammad Hatta dalam buku tersebut hampir serupa dengan apa yang terjadi di tahun-tahun terakhir ini. Karena itu, tentu saja kekuasaan membutuhkan “nasihat” dan “peringatan” agar bangsa Indonesia yang berada di arah yang benar dan tidak terjerumus ke lembah kehancuran.

Agaknya nasihat Mohammad Hatta ketika itu tidak didengar oleh penguasa, bahkan bukunya dilarang beredar. Seperti hari-hari ini, nasihat para guru besar dan budayawan-seniman tak didengar oleh penguasa. Keadaan ini mengkhawatirkan dan bisa menjadi bom waktu di masa depan.

Menyaksikan demokrasi kita yang semakin “membusuk” itu agaknya penting bagi kita untuk kembali mengingat nasihat lewat puisi-puisi kritis dari penyair besar WS Rendra.

Dengan membaca sajak-sajak pamflet Rendra, kiranya kita bisa lebih simpati dan malah justru (harus) empati kepada mereka yang menjadi korban kerusakan demokrasi. Dalam rangka “memulihkan kesadaran” dan “menumbuhkan jiwa yang penuh rasa empati” itulah artikel ini dimaksudkan, yaitu sebagai catatan kecil sekaligus upaya mengembalikan ingatan bangsa ini tentang betapa mengerikan dan mirisnya “efek pembangunan” seperti di masa Orde Baru itu.

Tidak ada kekuasaan yang abadi, apalagi kekuasaan yang menggunakan tangan besi. Maka, saya lebih percaya bila puisi memang (mesti) abadi lebih daripada tangan besi. Sebab, puisi mampu membawa nilai-nilai kemanusiaan yang tetap akan relevan untuk segala zaman. Terlebih jika puisi itu mengandung kritik kepada kekuasaan yang dianggap berlaku tidak adil dan sewenang-wenang. Padahal kekuasaan mereka toh hanya titipan rakyat yang mestinya dikelola dan dibagikan kembali untuk kesejahteraan rakyat, bukannya kepentingan pribadi atau segelintir elite.

WS Rendra menjadi salah satu penyair yang sajak-sajaknya (mesti) abadi. Selain sajak-sajaknya, jugalah tulisan-tulisan dan pemikirannya mesti dikenang dan dibaca kembali.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan