Aturan dan tata tertib adalah hal yang tak pernah terlepas dari dunia pesantren. Aturan itu tentu untuk menuntun para santri agar tekun dan disiplin dalam hal spiritualitas dan keilmuan. Seperti kewajiban salat berjamaah, larangan untuk berhubungan dengan lawan jenis, serta larangan memainkan peralatan elektronik seperti handphone dan semacamnya.
Untuk memaksimalkan berlakunya aturan dan kegiatan dengan baik, pesantren juga memberlakukan sanksi atau takzir bagi santri-santri yang melanggar atau tidak mematuhi aturan pesantren. Takzir yang diberikan bisa bermacam-macam. Bisa dikeluarkan dari pesantren, tidak naik kelas, diasingkan, dicukur botak, dan lain-lain sesuai kebijakan pengurus pesantren.

Sayangnya, penerapan takzir ini sering kali berujung tak mengenakkan.
Akhir-akhir ini sering kita jumpai kasus-kasus pidana kekerasan fisik yang menimpa oknum-oknum pengurus pesantren akibat pemberian hukuman yang berlebihan. Takzir yang tujuan awalnya diperuntukkan sebagai didikan kedisiplinan, malah berubah menjadi ajang penyiksaan dan trauma terhadap peserta didik.
Data Jaringan Pengamat Pendidikan Indonesia (JPPI) Tahun 2024 ada sekitar 36% kekerasan fisik yang melibatkan sekolah berbasis agama, dengan rincian 20% dari pesantren dan 16% dari madrasah. Lagi dan lagi, dunia pesantren kita kembali mendapat sorotan dan kecaman dari berbagai macam pihak. Lagi dan lagi, pesantren harus berbenah dan mengevaluasi diri.
Dalam konteks ini, pesantren harus menelaah kembali konsep takzir dan merekonstruksi penerapannya agar hukuman yang diberikan bisa sesuai dengan tujuan awalnya, yaitu mendidik bukan membidik. Oleh karena itu, mari kita telaah kembali konsep takzir dalam kitab fikih kita. Barang kali ada beberapa kesalahan penerapan yang kita lakukan selama ini.
Takzir dalam Fikih
Kita mulai dulu dengan apa itu takzir. Takzir adalah pemberian hukuman kepada seseorang yang telah melakukan keburukan yang tidak memiliki konsekuensi had spesifik dari syariat. Hal ini sesuai ungkapan imam al-Mawardi:
أَمَّا التعزير فتأديب على ذنوب لم تشرع فيها الحدود
Artinya: “Takzir adalah sanksi atas sebuah dosa yang tidak memiliki had (sanksi khusus) dari syariat.”
