Satu buah apel merah, bagi Klara, bagaikan seluruh perhiasan dunia.
Klara pernah tak mau makan selama seminggu hanya karena apel merahnya jatuh saat ia dan ibunya bersepeda melewati jembatan gantung. Ibunya yang kewalahan menyuruh Klara makan, pun akhirnya berkata dengan nada meninggi, “Bukan kamu saja yang kehilangan apel itu, Ra. Ibu juga. Kamu jangan merasa susah sendiri!”
Klara pun mengunci mulutnya. Nasi olehan saat beli di angkringan pun ia jejal-jejalkan ke mulutnya secara paksa. Rasa-rasanya mau muntah.
Dan sekarang, seseorang di depan Klara memandang pada mata cemerlangnya tanpa berkedip, dan berkata, “Berikanlah apelmu itu padaku!”
***
Demi menghindari orang-orang rumahnya yang juga sama-sama suka apel, Klara sering pergi mencari tempat aman nyaman dan sekaligus menyenangkan. Malioboro menjadi opsi yang pertama-tama menyelinap ke alam pikirnya. Segera opsi itu dipilihnya. Klara mengamati orang yang tiba-tiba saja menghampirinya di tempat duduk trotoar Malioboro, tepat pada saat apelnya akan ia gigit dengan gigi kelincinya. Ah, Klara memanglah perempuan yang cantik. Ia memiliki mata cemerlang seperti seekor kucing. Memiliki dua gigi utama yang ukurannya sedikit lebih lebar dari barisan gigi lainnya, seperti gigi kelinci, yang membuatnya menarik.
“Apakah kau anak yang baik? Aku lapar, Nak!” kata laki-laki di depannya. Meski berdiri, laki-laki itu tidak tampak tinggi. Sebab, ia sudah bungkuk.
***
Pada hari-hari ketika rezeki terasa lancar, membeli lima buah apel merah masih bisa diusahakan, meskipun itu artinya Klara sekeluarga harus menekan anggaran untuk konsumsi nasi. Akhir-akhir ini dagangan sedang kurang laris, sehingga bapak dan ibu Klara selama dua minggu terakhir hanya membeli empat apel merah. Klara bilang kalau ia akan makan dua apel bertiga: bersama kedua adiknya. Bapak dan ibu Klara mengacak rambut anak perempuannya itu sambil berkata, “Kamu memang anak yang baik hati, Nak.”
Selepas mengatakan itu, mereka berdua masing-masing makan apel merah sebesar kepalan tangan. Sebungkus nasi yang dibeli dari angkringan sudah menunggu untuk jadi santapan berikutnya. Sebungkus nasi itu dimakan berdua, bersama dua potong mendoan setengah gosong yang diberi oleh penjual di angkringan karena gosongnya itu. Klara bilang ke ayah-ibunya, “Klara makannya di luar aja ya, Pak, Buk. Sambil main sama adik…”