Penetapan awal 1 Ramadan pada tahun 1443 H/2022 M ini terjadi perbedaan antara keputusan pemerintah dan beberapa ormas Islam yang menggunakan metode hisab. Bagi yang menggunakan metode hisab, mereka memulai puasa pada hari Sabtu, 2 April 2022. Sedangkan, pemerintah setelah melalukan pemantauan hilal dan mendengarkan pendapat dari beberapa ormas Islam, memutuskan 1 Ramadan jatuh sehari setelahnya, yaitu Minggu, 3 April 2022.
Muhammadiyah, Irmas Islam terbesar di Indonesia bersma Nahdlatul Ulama(NU), lebih dulu memulai puasa pada hari Sabtu. Hal itu berdasar Maklumat Nomor 10/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal dan Zulhijah 1443 Hijriyah. Sementara, NU memulai puasanya pada Minggu, kebetulan bersamaan dengan hari yang ditetapkan pemerintah.
Menyikapi Perbedaan
Bukan hanya tahun ini terjadi perbedaan penentuan awal puasa antara keputusan pemerintah dan sebagian umat Islam di indonesia. Ini sudah sering terjadi. Bedanya adalah, pada tahun ini umat Islam sudah sangat dewasa dan bijak menyikapi perbedaan, terutama persoalan furu’iyah (cabang agama). Toleransi seperti ini perlu untuk terus dipupuk bahkan diperluas lagi tidak hanya toleransi antar-mazhab (golongan) dalam Islam, tapi juga toleransi antarumat beragama di tengah maraknya aksi teror yang menggunakan agama sebagai tameng.
Perbedaan merupakan sunnatullah dan suatu keniscayaan
وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ ٱللَّهِ تَبْدِيلاً
kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.
Cukuplah kita belajar dari negara-negara di Timur Tengah yang terlibat perang antar-sesama karena kurang bijak dalam menyikapi perbedaan. Baik perbedan dalam mazhab (Sunni-Syiah) seperti di Suriah dan negara negara Arab lain yang mengakibatkan negara tersebut terjerumus dalam perang sipil tidak berujung, maupun sekadar perbedaan dalam pandangan politik.
Maka Ramadan tahun ini, meski tidak sama dalam mengawali puasa, umat Islam tidak meributkannya. Semua pihak adem ayem tanpa adanya perdebatan yang berarti. Berangkat dari hal tersebut, marilah kita perluas implementasi toleransi dengan tetap menghargai perbedaan yang terjadi dalam hal hal terkait ubudiyah (ibadah) selama bulan Ramadan, semisal perbedaan jumlah rekaat salat tarawih, atau bahkan bisa jadi perbedaan dalam penetapan 1 Syawal nanti. Ini membuktikan bahwa puasa tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tapi juga sebagai media memupuk toleransi dengan sesama dengan menahan diri dari menghujat siapa pun yang berbeda pandangannya dengan kita.