PUISI DARI SUNGAI MUSI

SUARA DARI SUNGAI MUSI
1/
pada mulanya, air adalah kitab
yang dibacakan para pendayung di bawah langit kuning.
sungai menjadi jalan ziarah —
menghubungkan zikir dan rempah
antara pelabuhan dan pengertian.
di atas gelombang, suara azan pertama disiarkan
menggema hingga menembus pohon-pohon nipah
menyentuh lidah-lidah yang belum mengenal nama ‘Sriwijaya’.

Mereka menulis sejarah dengan perahu
mengirim surat pada Tuhan melalui arus.
tapi kini sungai hanya mengantarkan plastik dan iklan pemilihan wali kota.
airnya berbau janji
dan ikan-ikan mati dengan insang terbuka —
seperti mulut rakyat yang terus menunggu jawaban.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

2/
di sekolah, seorang guru sejarah bertanya,
“siapa pendiri Sriwijaya?”
kelas hening, kecuali suara ponsel
yang memutar iklan sabun pencerah wajah.
anak-anak menunduk bukan karena hormat,
melainkan karena sedang mencari di mesin pencari.
“pendiri siapa, Bu?” tanya satu suara.
guru itu tersenyum pahit,
karena yang dicari kini bukan lagi makna,
tapi data.
di luar jendela, Sungai Musi mengalir pelan
membawa kabar bahwa kebesaran tak lagi diajarkan,
hanya diarsipkan.
prasasti-prasasti kini dikurung kaca
bukan untuk dibaca
melainkan difoto, diunggah, diberi caption:
bangga jadi bangsa yang pernah besar.

3/
aku berjalan di tepian sungai—
di mana dulu kapal dagang bersandar
kini berdiri kafe dengan nama: Emporium of Empire.
para pengunjung menyesap kopi
dan berfoto dengan latar sejarah yang telah dipoles lampu neon.
di dindingnya tergantung lukisan raja yang tersenyum
padahal di luar sana rakyat masih menambang pasir dengan doa yang retak.
mereka menyebutnya pembangunan
padahal itu penguburan perlahan.
setiap proyek dimulai dengan upacara
tapi tak ada yang mendoakan sungai.
mungkin karena airnya dianggap saksi yang tak bisa bicara
padahal ia tahu:
setiap kali arusnya keruh
ada sesuatu yang kembali dilupakan.

4/

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan