Di era modern ini, kita menyaksikan fenomena yang cukup menarik sekaligus menggelisahkan terkait penghafal atau hafiz Al-Qur’an. Semakin banyak orang yang mengklaim dirinya sebagai penghafal Al-Qur’an.
Tetapi, sayangnya, tidak selalu disertai dengan kualitas, kedalaman pemahaman, dan tanggung jawab spiritual yang seharusnya melekat pada setiap diri hafiz. Perlu diingat bahwa hafalan Al-Qur’an bukanlah sebuah prestasi yang hanya layak dipamerkan sebagai simbol status sosial, melainkan sebuah amanah berat yang menuntut kesungguhan dan komitmen seumur hidup.

Menghafal Al-Qur’an sejatinya adalah jalan spiritual yang mengantarkan seseorang untuk lebih memahami isi dan makna kitab suci itu secara mendalam. Namun, kenyataannya, banyak penghafal hanya fokus pada kuantitas atau jumlah ayat yang dapat dihafal tanpa mau mendalami makna dan mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur’an. Akibatnya, mereka hanya menjadi “penghafal kosong” yang membuat masyarakat semakin ragu terhadap klaim sebagai hafiz. Lebih miris lagi, sebagian besar menghafal hanya demi mendapatkan sertifikat, beasiswa, atau bahkan gelar —tujuan yang jelas-jelas berbeda dari esensi menghafal yang hakiki.
Di masa lalu, menghafal Al-Qur’an adalah sebuah perjuangan spiritual yang sangat dijaga dan dihormati. Orang-orang yang menempuh jalan ini memegang teguh niat dan tujuan hanya karena mengharap rida Allah semata.
Saat ini, pergeseran niat tersebut sangat jelas terjadi. Tidak sedikit penghafal yang mengambil jalan ini karena paksaan orang tua, tuntutan guru, atau hanya untuk mengikuti tradisi keluarga, tanpa sepenuhnya mengerti beratnya tanggung jawab menjadi seorang penghafal Al-Qur’an yang mutqin—yang bukan hanya saat selesai membaca, tetapi sepanjang hayat harus dijaga melalui murajaah (pengulangan hafalan).
Tentu saja, tidak ada yang salah jika seseorang ingin menghafal Al-Qur’an. Namun, semuanya harus dimulai dari niat yang benar dan kesungguhan dalam menjaga kualitas hafalan tersebut. Di sinilah letak perbedaan mendasar antara penghafal masa lalu dengan masa kini. Seorang penghafal mutqin adalah mereka yang istikamah menjaga hafalannya dengan disiplin, serta menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup secara nyata, bukan sekadar kata-kata yang terpatri di ingatan.