Santri dan Radikalisme

807 kali dibaca

Saat ini, radikalisme memiliki banyak pintu masuk untuk mempengaruhi orang, baik secara luring maupun daring. Sehingga, mulai dari kalangan orang tua hingga anak muda yang masih produktif cukup rentan terpapar virus radikalisme. Masyarakat diimbau untuk tetap mewaspadai penyebaran paham ini.

Radikalisme diartikan sebagai suatu pandangan, paham, dan gerakan yang menolak secara menyeluruh terhadap tatanan, tertib sosial, dan paham politik yang ada dengan cara perubahan atau perombakan secara besar-besaran melalui jalan kekerasan. Karena itu, radikalisme masih dianggap sebagai musuh bersama.

Advertisements

Untuk menangani hal ini, tentu saja semua pihak harus ikut meredam atau membendung penyebaran paham tersebut. Di sinilah pentingnya peran ulama, kiai, tokoh agama, dan kaum santri dalam membentengi masyarakat dari virus radikalisme demi menjaga kebhinekaan dan persatuan bangsa Indonesia.

Salah satu asatidz Pondok Pesantren Cipasung, Teguh Darmawan, menyebut sebenarnya radikalisme memiliki tiga kategori, yaitu paham radikal dalam aliran perpolitikan, sikap estrem dalam aliran perpolitikan, dan gerakan radikalis yang ingin melakukan perubahan dengan cara kekerasan.

Dalam kategori ketiga ini adalah kelompok yang menghalalkan segala cara, termasuk pembunuhan atas nama agama. Karena itu, akhirnya radikalisme dianggap sebagai suatu kejahatan dan musuh bersama.

Sebenernya, sebutan yang paling tepat itu bukan radikalisme, namun ishraf (berlebihan). Berlebihan di sini dapat diartikan dengan berlebihan dalam beragama. Merasa diri paling benar tanpa memandang sifat persaudaraan. Berlebihan juga memiliki “penyakit bawaan” berupa tidak adanya sikap toleransi.

Padahal, Nabi Muhammad justru mengajarkan kepada umatnya untuk tasamuh (saling menghormati dan menghargai sesama manusia) dan juga memelihara ukhuwah (persaudaraan antarsesama manusia).

Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah pernah bersabda:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تَحَاسَدُوْا ، وَلاَ تَنَاجَشُوْا ، وَلاَ تَبَاغَضُوْا ، وَلاَ تَدَابَرُوْا ، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ ، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا

Artinya: “Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian saling mendiamkan, janganlah suka mencari-cari kesalahan, saling mendengki, saling membelakangi, serta saling membenci. Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.” (HR Bukhari).

Bahkan, di negara kita bisa dipelajari bahwa ukhuwah itu ada, yaitu ukhuwah islamyiah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah. Yang mana semuanya memiliki tujuan demi ajeknya persatuan.

Ada hadits lain yang juga menekankan pentingnya persaudaraan sesama muslim:

عَنْ أبْنِ عُمَرَ رَضِى الله عَنْه قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ: الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ لا يَضْلِمُهُ ولايخذله وَلا يُسْلِمُهُ

Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau berkata: ‘Rasulullah SAW bersabda: Seorang muslim itu adalah saudara muslim yang lain. Oleh sebab itu, jangan menzdalimi dan meremehkannya dan jangan pula menykitinya.’” (HR. Ahmad, Bukhori, dan Muslim).

Karena itu, jika ada suatu kelompok atau gerakan yang mengancam keutuhan kesatuan dan persatuang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sesungguhnya itu bukan sekadar radikalisme, melainkan terorisme. Oleh karena itu, sebagai santri kita harus merapatkan barisan agar bisa berperan penting untuk melawan radikalisme dan terorisme. Sebagai santri, kita harus terus-menerus memperkokoh keimanan dan menyemaikan perdamaian.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan