Tahun ini, 2020, genap seabad sudah usia Pondok Pesantren Al-Masthuriyah Sukabumi, Jawa Barat. Semula dikenal sebagai “Pondok Tipar”, Al-Masthuriyah menjadi salah satu pesantren tertua di Sukabumi yang tetap mempertahankan kajian kitab klasik.
Adalah KH Muhammad Masthuro, tokoh yang merintis berdirinya Pondok Pesantren Al-Masthuriyah ini. Kiai Masthuro adalah anak seorang Amil yang bernama Amsol. Amsol adalah nama samaran. Nama asli ayah Kiai Masthuro adalah KH Muhammad Asro. Asror menyamarkan namanya agar tidak terjejak oleh penjajah Belanda. Sebab, Asror merupakan salah satu penentang pemerintahan kolonial Belanda.
Kiai Masthuro dilahirkan pada 1901 di Cikaroya, Desa Cibolangkaler, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Jika dirunut ke belakang, silsilah Kiai Masthuro akan sampai pada Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, Cirebon.
Sejak usia dini, Kiai Masthuro sudah dikenalkan dengan ilmu agama. Ia belajar membaca al-Quran pada usia enam tahun. Guru pertamanya adalah KH Muhammad Asro, ayahnya sendiri. Pada usia delapan tahun, ia pergi menuntut ilmu di Pesantren Cibalung, Desa Talaga, Kecamatan Cibadak, Sukabumi yang diasuh KH Asyari. Di pesantren ini, selain memperdalam penguasaan membaca al-Quran, Kiai Masthuro mulai mempelajari kitab-kitab kuning. Di pesantren inilah untuk kali pertama ia mengenal kitab kuning.
Rupanya, Masthuro tergolong santri kelana. Tak cukup belajar hanya di satu pesantren. Pada 1911, ia sekolah kelas II di Rambay Cisaat hingga memperoleh ijazah pada 1914. Di saat bersamaan, ia juga mengaji kitab kuning di Pesantren Tipar Kulon yang diasuh KH Kartobi. Setelah itu, ia kembali mengaji kitab kuning di Pesantren Babakan Kaum Cicurug, Sukabumi dan berguru kepada KH Hasan Basri. Di saat bersamaan, Masthuro juga mengaji kepada KH Muhammad Kurdi di Pesantren Karang Sirna Cicurug. Dengan jarak tidak berjauhan, saat itu Masthuro nyantri di dua tempat.
Kemudian, pada 1915, Masthuro mengaji kitab-kitab di pesantren Paledang Cimahi, Cibadak Sukabumi, yang diasuh KH Ghazali. Tak lama, ia kemudian berpindah ke beberapa pesantren lain di Sukabumi, seperti Pesantren Sukamantri Cisaat yang diasuh KH Muhammad Sidiq, dan Pesantren Pintuhek yang dipimpin KH Munajat.