Orangtua juga guru-guru saya dulu pernah berkata, “Setan-setan di bulan puasa dikurung. Mereka tidak akan menggoda manusia, sehingga manusia bebas hambatan dalam menjalani ibadah puasa.”
Saat saya nyantri, apa yang dikatakan orangtua dan guru-guru saya, benar. Mereka berkata berdasarkan hadis Nabi, “Apabila bulan Ramadan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu ditutup, dan setan-setan dibelenggu.”
Tak bisa diragukan lagi kesahihannya, sebab hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Yahya bin Ayyub, Qutaibah, dan Ibnu Hajar. Mereka meriwayatkannya dari Ismail bin Ja‘far, dari Abu Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah dari Baginda Nabi Saw. Hadis ini termaktub di dalam kitab Sahih Muslim nomor 1079.
Masalahnya, kenapa manusia masih berbuat maksiat dan kekisruhan, lebih-lebih aksi pengeroyokan yang tak berkemanusiaan saat unjuk rasa 11 April kemarin?
Pertanyaan ini dapat terjawab dari pendapat Abu Muhammad di dalam kitab ‘Umdatul Qari Syarh Shahihil Bukhari, juz 10, halaman 270, yang menyatakan bahwa setan-setan terbelenggu pada bulan puasa bagi orang-orang yang berpuasa dengan menjaga syarat, rukun dan adabnya.
Jawaban lain yang bisa dijadikan rujukan adalah pernyataan Jamaluddin Abul Farj di dalam kitab Kasyful Musykil min Haditsis Shahihain, juz 3, halaman 409, yang menyatakan, “Pembelengguan setan tidak berhubungan langsung dengan keburukan dan kemaksiatan manusia. Sebab, dalam diri manusia masih terdapat pemicu atau pendorong keburukan lain, yakni nafsu, kebiasaan buruk, dan setan manusia. Adakalanya, tanpa setan, kebiasaan buruk akan mendorong manusia untuk berbuat buruk. Saat tidak dibelenggu pun, setan hanya mendorong dan memperindah keburukan.”
Tentunya Anda sudah mafhum dan bisa menyimpulkan sendiri atas jawaban dari dua keterangan yang juga cukup jelas referensinya itu.
Di bulan puasa, harusnya pemikiran lebih halus, jernih, matang dan penuh pertimbangan. Demikian pula tindakan, seyogyanya semakin santun, lembut, dan luhur. Karena, setan, si pemicu kebrutalan sedang dikerangkeng. Jika hal ini masih pula terjadi, maka mengacu kepada pendapat yang pertama; ada yang salah dari syarat, rukun, dan adab atas puasa para pengeroyok itu. Atau dari pendapat yang kedua, bisa juga terjadi; dalam diri para pengeroyok terdapat nafsu yang berapi-api, kebiasaan buruk yang kerapkali dilakukan, dan setan manusia yang menyatu pada dirinya.